Uniknya Empon-Empon Jadi Bahan Pewarna Lukisan

Dilihat 2414 kali
Easting Medi, pelukis Borobudur gunakan empon-empon sebagai bahan pewarna lukisannya
BERITAMAGELANG.ID - Empon-empon yang dianggap bisa menangkal Covid-19, dimanfaatkan berbeda oleh seorang seniman asal Borobudur. Easting Medi (43) mengeksplorasi bahan baku jamu tradisional ini dengan membuat karya lukis sebagai respon atas pandemi Covid-19.

Easting Medi pemilik studio Easting Medi Art di dusun Tingal Wetan desa Wanurejo kecamatan Borobudur, menjadikan empon-empon untuk pewarna lukisannya, selain dengan menggunakan cat akrilik. Tidak gampang menuangkan empon-empon sebagai pewarna lukisan, terutama untuk gradasi terang dan gelap, sehingga menghasilkan karya yang alami. Ia harus mengulang-ulang sampai puluhan kali sesuai dengan kebutuhan. 

"Ini seperti melukis dengan cat air, aquarel, tidak bisa sekali oles, namun harus berpuluh-puluh kali sampai menemukan apa yang saya mau," katanya saat ditemui di studio.

Lukisan yang menjadi ciri khasnya adalah kepala Budha, relief candi Borobudur serta kehidupan masyarakat di kawassan ini.

Sebenarnya, melukis dengan empon-empon sudah dilakukan sejak lama sekitar 2002 dan terus dilakukan sampai sekarang ini. Ada lebih dari 100 karya yang sudah dibuat, baik di atas kertas ataupun kanvas.

"Saat ini saya menggunakan empon-empon sebagai respon atas kondisi saat ini, yaitu merebaknya Corona virus atau Covid-19," ucapnya.

Easting Medi bukanlah seniman asing di Borobudur. Ia sudah lama menekuni profesinya secara otodidak.

Medi, panggilan akrabnya, mengaku tidak asing dengan empon-empon karena sejak kecil ia sudah menanam dan mengolahnya termasuk untuk dikonsumsi sebagai jamu.

"Maklum saya orang desa, jadi tidak asing dengan berbagai macam empon-empon," ucapnya.

Ia juga suka minum jamu dengan bahan baku empon-empon yang dianggap bisa untuk menambah daya tahan tubuh. Apalagi saat ini sedang merebak Covid-19, jadi tidak ada salahnya mengonsumsi jamu empon-empon.

Berbagai empon-empon yang sering digunakan, beberapa diantaranya adalah kunyit, temu giring, temulawak dan temu mangga. Ia mencampurkan berbagai empon-empon untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Misal untuk menghasilkan warna kuat, maka ia menyampurkan kunyit, temulawak, temu giring dan temu mangga.

Untuk kuning terang adalah perpaduan temu mangga dan bengle, sedangkan kuning gelap (temu giring, temulawak), untuk agak abu-abu adalah temu ireng. Sedangkan untuk coklat tua ia menggunakan kunyit.
Penggunaan jamu untuk melukis, menurut Medi, terasa menyegarkan dan hasilnya menjadi warna-warna alami.

Anggota Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI)-15 itu menyebutkan, penggunaan jamu untuk pewarna lukisan membutuhkan waktu relatif lama, hingga 1-2 jam, untuk sekali sapuan lukisan di kanvas, dibandingkan dengan penggunaan cat akrilik.

Oleh karena itu, setiap kali ia melukis, maka bisa secara bersamaan menghasilkan lebih dari satu lukisan. Seperti yang sedang dikerjakannya saat ini bertepatan dengan pandemi virus corona baru, dimana ia melukis di atas kanvas secara bersama-sama tiga kepala Buddha menggunakan pewarna jamu. Masing-masing karya itu diberi judul "Beautiful of Mind", "Inner Beauty", dan "Spirit in the Morning".

Untuk karya dengan bahan jamu yang serupa, tentang tema kehidupan masyarakat Borobudur pada tahun lalu, ia menciptakan lukisan dengan judul "Morning Actuality" dan "Happy Togehter", sedangkan pada 2016 berjudul "Morning Life".

Ia tidak menyangka kalau karya-karyanya saat ini memiliki arti yang sangat penting, terutama dirasakan secara pribadi, karena ada hubungan dengan pandemi Covid-19.

Medi mengatakan, dirinya sering memamerkan hasil karya lukisnya baik di dalam ataupun luar negeri dan sekitar candi Borobudur, termasuk di Limanjawi Art Hiuse Borobudur, milik seniman Umar Chusaeni.

Menurutnya, tahun 2002 ia mulai  melukis dengan empon-empon di atas kertas. Jamu itu ia campur dengan cat akrilik, namun ada juga lukisan murni dengan jamu.

Di studio miliknya, saat ini banyak terpasang hasil karya lukis dengan berbagai ukuran, antara lain 40x60 centimeter, 80 centimeter x1 meter, 1,3x1,5 meter.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar