Tanaman Porang Diolah Jadi Rendang Dan Bakso

Dilihat 1507 kali
Muslih dengan olahan dari Porang
BERITAMAGELANG.ID - Porang atau dikenal dengan sebutan iles-iles, merupakan jenis talas-talasan atau tanaman umbi yang bisa tumbuh di wilayah tropis dan sub tropis. Pemerintah Kabupaten Magelang melalui Dinas Pertanian dan Pangan terus mendorong petani untuk membudidayakan tanaman yang kaya manfaat tersebut.

Namun, jauh sebelum booming di dua tahun terakhir ini, ternyata ada satu petani yang sudah membudidayakan porang lebih dahulu. Namanya Muslih, warga Dusun Ngrombe, Desa Klopo Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang. Bapak dua putra ini sudah membudidayakan porang sejak 2007.

Bahkan kini ia tidak hanya membudidayakan, namun sekaligus mengolahnya menjadi aneka macam makanan siap makan, seperti rendang, bakso dan srundeng dendeng. Yang tidak disangka, rasa dari rendang, bakso maupun srundengnya sangat lezat. Tekstur dendeng dan rendangnya juga mirip dengan daging sapi yang berserat. Sekilas, orang tidak menyangka kalau itu adalah daging sapi nabati.

Ketertarikannya membudidayakan porang berangkat dari dirinya sendiri yang seorang vegetarian atau vegan. Ia ingin merasakan daging yang terbuat dari bahan nabati. Ternyata porang bisa diolah menjadi daging nabati.

Ia mengenal porang saat berkunjung ke Singapura, Thailand maupun Taiwan beberapa tahun silam. Di negara tetangga ini, ia mendapati makanan dengan bahan dasar porang atau tepung Konjac Glucomannan. Sepulang dari sana, ia kemudian bermaksud mencari di Batam, namun tidak menemukan. Kemudian mencari di Jakarta dan Surabaya, namun juga tidak menemukan.

Akhirnya saat kembali ke Jawa, ia sengaja datang ke LIPI untuk menanyakan tentang porang. Namun dari LIPI juga belum ada jawaban yang memuaskan.

"Akhirnya saya dan istri terus mencari informasi dan akhirnya menemukan di wilayah Nganjuk Jawa Timur," katanya, Jumat (1/10/2021).

Pria lulusan sarjana agama dari Unsiq Wonosobo ini membeberkan, karena teknologi di Indonesia belum memungkinkan, maka porang diekspor ke luar negeri. Setelah diolah menjadi tepung konjak glucomannan, kemudian dari luar diekspor lagi ke Indonesia.

"Jadi tepung konjako itu sebenarnya bahan dasarnya dari Indonesia," terang Muslih.

Namun, belakangan ini, sudah ada pabrik di Jawa Timur yang mulai membuat tepung Konjako. Maka iapun tergerak untuk budi daya porang. Bahkan sampai saat ini ia rutin mengirim porang ke pabrik dengan jumlah mencapai ribuan kilogram.

"Sudah rutin kirim ke pabrik di Jawa Timur," ujarnya.

Diakui Muslih, belum banyak petani yang tertarik untuk budi daya porang karena tanaman ini hanya satu musim dalam satu tahun.

"Beda dengan padi yang bisa dua kali panen," ujarnya.

Padahal, budi daya porang hasilnya juga bagus dan peluang pasarnya masih terbuka lebar. Apalagi, saat ini sudah banyak masyarakat yang mengetahui manfaat porang. Seperti untuk diet, kecantikan, pengental es krim, jelly, lem kaca dan masih banyak manfaat lainnya.

"Kalau di Jepang kenapa orangnya bisa langsing-langsing karena beras yang dikonsumsi berbahan dasar porang atau beras shiratake. Beras ini rendah kandungan gulanya," papar Muslih.

Ia juga menyampaikan, wilayah Kabupaten Magelang cocok untuk budi daya porang. Tanaman ini bagus ditanam di lahan yang terbuka. Sedangkan di lahan yang banyak naungan, hanya cocok untuk pembibitan.

"Kalau lahannya terbuka bagus untuk pembesaran karena pembakarannya maksimal. Sedangkan di lahan yang banyak naungan, cocoknya untuk pembibitan," jelasnya.

Ia menjelaskan hal itu karena berdasarkan pengalaman dirinya sendiri. Bibit yang ditanam di wilayah Soropadan Temanggung dibandingkan dengan di Magelang, hasilnya berbeda. Setelah diamati, ternyata di Soropadan banyak naungannya, sedangkan di Magelang lebih terbuka.

Satu buah porang bisa memiliki bobot 3-13 kg. Harga per kilogramnya antara Rp5.000 hingga Rp7.000.

"Kalau satu porang bobotnya 5 kg, sudah bisa dikalikan jumlahnya berapa," katanya.

Porang dengan bobot 5-13 kg bisanya dijual ke pabrik karena yang diambil adalah glucomannya. Sedangkan porang dengan bobot di bawah itu, bisa di jadikan bibit untuk ditanam lagi. Untuk perawatan tanaman ini juga tidak rumit.

"Yang penting adalah pemupukan," pesannya.

Selain menjual porang ke pabrik, dirinya juga menjual bibit. Sedangkan untuk olahan porang, ia merintisnya sudah beberapa tahun lalu. Hasil olahan kemudian dikemas menggunakan botol steril atau kemasan plastik. Harganya tidak terlalu mahal, hanya Rp20.000 per bungkus.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar