Kawasan Adat Penglipuran Bali Jadi Referensi Pengembangan Desa Wisata Borobudur

Dilihat 9130 kali
Wisatawan menikmati indahnya panorama Penglipuran yang dinobatkan sebagai desa terbersih peringkat tiga sedunia

BERITAMAGELANG.ID - Bali tidak hanya terkenal akan keindahan alamnya, tapi juga kekuatan adat budayanya. Salah satunya adalah Desa Adat Penglipuran yang masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, Bali.

Jalan cor blok batu di antara pagar gapura rumah warga Desa Adat Penglipuran berhias pohon kamboja. Atap rumah warga dan tempat ibadah pura kecil menciptakan harmoni tata ruang yang eksotik.

Di Bale Banjar Adat (rumah pertemuan) I Wayan Supat, Tetua Adat Desa Penglipuran menyambut ramah rombongan Humas Protokol beserta wartawan Kabupaten Magelang yang berkunjung pada Kamis (02/08).

Dalam ramah tamah, Kabag Humas dan Protokol Setda Kabupaten Magelang Purwanto mengungkapkan tujuan dari kunjungan ini adalah untuk menimba ilmu terkait tata kelola Desa Penglipuran sehingga ramai dikunjungi wisatawan. Sehingga bisa diterapkan pengembangan potensi desa-desa wisata di kawasan Candi Borobudur, Magelang.

"Kedatangan kami adalah untuk 'ngangsu kaweruh' terkait upaya pengembangan desa wisata Penglipuran. Harapannya bisa diterapkan untuk memajukan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di wilayah Candi Borobudur," kata Purwanto.

Lebih lanjut Purwanto mengatakan, Kabupaten Magelang memiliki 23 Balkondes Borobudur, selain itu ada juga memiliki potensi alam indah di antara puluhan desa wisata yang tersebar di lereng lereng Gunung Merapi, Merbabu dan Andong.

"Candi Borobudur menjadi magnet wisatawan, dimungkinkan keberadaan desa wisata yang telah ada dapat berkembang menjadi destinasi seperti desa Adat Penglipuran," ungkapnya.


Kabag Humas Protokol Setda Magelang, Purwanto menyerahkan cinderamata pada Ketua Desa Adat Penglipuran, I Wayan Supat

Ketua Adat Desa Penglipuran I Wayan Supat mengatakan, luas Desa Penglipuran mencapai 112 hektar. Menjadi desa wisata ditetapkan pada tahun 1993 silam dengan hak istimewa. Sedangkan kata 'Penglipuran' berasal dari kata 'Pengeling Pura' yang artinya tempat suci untuk mengenang para leluhur.

"Sebagai Desa adat kita memiliki hak otonomi (istimewa) dari Pemerintah Daerah Bangli. Baik itu dalam mengatur hukum adat, berkaitan dengan sosial, budaya untuk memberdayakan masyarakat demi kesejahteraan bersama dari pariwisata," jelas Supat.

Sejak dahulu, tambah Supat, kawasan permukiman adat Desa Penglipuran tertata dengan rapi dan sangat konseptual, yakni bangunan tradisional rumah warga dengan angkul-angkul (pintu rumah) yang bentuknya sama persis dan berjejer dari utara hingga selatan. Di dalam angkulnya terdapat sebuah rumah yang bentuknya bergaya tradisional yang dihuni oleh tiap-tiap keluarga.

"Desa Panglipuran selalu menjaga harmoni dengan membagi dalam 3 tatanan yakni zona utama Mandala atau tempat ibadah, zona Wadya Mandala atau pemukiman dan yang terakhir adalah zona Nista Mandala atau area pemakaman," ungkapnya.

Meski kokoh menjaga adat budaya, kehidupan masyarakat yang dinobatkan sebagai desa terbersih peringkat ketiga dunia ini senantiasa terbuka terhadap masuknya budaya dan teknologi dari luar.

"Kita menerima budaya dari luar, tapi juga melakukan konservasi budaya sendiri," tegas Supat.

Dengan menjaga tradisi leluhur itu, menurut Supat, kunjungan wisatawan terus meningkat dan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bangli minimal Rp 3,7 Milyar setiap tahunnya.

"Dari pendapatan itu Desa hanya dapat 40 persen. Harapannya tuntutan kita dikabulkan pak Bupati yakni naik 80 persen," terangnya.

Berusia ratusan tahun, hingga kini lingkungan alam Desa Adat Penglipuran masih asri, bebas polusi kendaraan. Wisatawan hanya diperkenankan berjalan kaki berinteraksi dengan keramahan warga. Hal itu secara langsung turut menjaga harmoni damai antara manusia alam dan Tuhannya.


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar