Ruwat Rawat Lajer Badut Sejati, Tarian Warga Gunung Untuk Borobudur

Dilihat 2226 kali
Warga Dusun Metengan Desa Sutopati Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Jawa Tengah gelar Ruwat Rawat Borobudur, Kamis (29/03)

BERITAMAGELANG.ID - Para petani di lereng Gunung Sumbing Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menggelar doa dan menari bersama dalam ruwat rawat Borobudur. Prosesi budaya tersebut merupakan pengabdian sederhana tapi penuh makna dalam melestarikan Candi Borobudur tanpa menyentuhnya.


Prosesi agung ruwat rawat Borobudur itu digelar masyarakat Dusun Mentengan Desa Sutopati, Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang Jawa Tengah pada Kamis Pon Bulan Rejeb kalender Jawa (29/03).


Irama angklung tua, kenong, gong, kendang mengiringi perjalanan prosesi ruwat rawat Lajer Badut sejati Borobudur dari lapangan dusun ke sebuah sumber mata air yang berjarak 1 kilometer.


Para wanita berbusana Ratu Klana (dewi kebaikan) membawa tumpeng ingkung bubur merah putih, sementara laki-laki mengenakan pakaian Jawa bergodho (pasukan keraton) mengawal dan mengusung gunungan hasil bumi. 40 penari Lajer Badut Sejati berjalan bersama kelompok seni jathilan dan warga.


Di mata air, warga khidmat larut dalam doa memohon keselamatan yang dipimpin tokoh agama setempat. Selesai memanjatkan doa kepada Tuhan, satu persatu penari Lajer Badut Sejati mensucikan diri, mereka membasuh topeng yang sudah berusia lebih dari 3 abad di pancuran.


Bagi warga Dusun Metengan, Tari Lajer Badut Sejati merupakan tarian sakral warisan para pendahulu dalam mencari hakekat hidup seperti pemahaman agama Budha.


"Tarian Lajer Badut Sejati sudah turun temurun ada di Dusun Metengan. Usia tarian ini diperkirakan lebih dari 300 tahun. Lajer memiliki arti perjalanan atau berkelana, menggambarkan kehidupan manusia di dunia dengan topeng atau badut sebagai perwujudan karakter manusia," jelas Darmanto, Kepala Dusun Mentengan usai prosesi tersebut.


Para penari adalah orang orang pilihan, mereka dituntut bersih jiwa raga dalam berperilaku sehari-hari.
"Sejak dahulu hingga sekarang tari Lajer Badut Sejati rutin dipentaskan setiap usai panen raya, khususnya dalam tradisi merti dusun (selamatan desa). Jika tidak dipentaskan warga percaya akan mendatangkan musibah," lanjut Darmanto.


Budayawan sekaligus tokoh Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro mengungkapkan, dalam salah satu pahatan relief di Candi Borobudur, Wangsa Syailendra menempatkan para petani dalam tingakatan kelas masyarakat terhormat.


"Diperkirakan sejak dahulu warga Sumbing sudah hidup berkecukupan dari bertani. Mereka memiliki jasa peran besar dalam proses membangunan Candi Borobudur dengan mensuplai hasil pertaniannya," tutur Sucoro.


Candi Borobudur juga merupakan simbol budaya, struktur bangunannya mencerminkan kehidupan seni tradisi para petani usai panen raya.


"Tari Lajer Badut Sejati menjadi salah satu bukti melestarikan Candi Borobudur sudah dilakukan secara turun-temurun oleh warga lereng Gunung Sumbing," lanjut Sucoro.


Rangkaian prosesi Ruwat Rawat Borobudur tahun ini digelar selama 2 bulan, mulai April hingga Mei di sejumlah tempat, dari Pelataran Candi Borobudur, di Dusun Kledung, Dusun Gleyoran, Kecamatan Kajoran. Desa Cebongan Kecamatan Windusari, Dusun Tirto Kecamatan Grabag hingga di Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. Acara itu dikemas dalam sejumlah workshop dan rangkaian pentas.


"Ruwat Rawat Borobudur merupakan salah satu upaya melestarikan Candi Borobudur dari sisi budaya dan edukasi ke masyarakat. Pagelaran menampilkan para pelaku seni budaya kuno, akademisi dan budayawan," pungkas Sucoro.


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar