Perjuangan Melestarikan Wayang Wong di Era Milenial

Dilihat 3090 kali
Suasana latihan tari wayang wong (orang) di Dusun Bulu Desa Podosuko Kecamatan Sawangan Kabupaten Mageang, Jawa Tengah

BERITAMAGELANG.ID - Makin berkurangnya rasa cinta masyarakat dan generasi muda terhadap budaya Jawa, khususnya kesenian wayang orang, menggugah hati budayawan, Tri Yudho Purwoko untuk melestarikannya. Bermodal tekad, ia mulai aktif bergerilya melestarikan wayang orang.

Gayung bersambut, di saat mulai merintis, pria berusia 70 tahun yang akrab disapa Mbah Pur ini bertemu Mat Kanon, sang maestro tari tradisional klasik kesayangan Presiden Soekarno. Dua sahabat sejak di bangku Sekolah Rakyat (SR) ini kemudian mencari segelintir orang yang tertarik untuk berlatih dan menari wayang orang.

"Beruntung Mat Kanon pulang kampung. Ia merupakan ahli penari klasik handal yang pernah ke Jerman dan beberapakali pentas di hadapan Presiden Soekarno. Sehingga ada pelatih tari yang luar biasa," tutur Mbah Pur di kediamannya, Dusun Bulu Desa Podosuko Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (02/07).

Mbah Pur menyadari banyak kendala dalam 'nguri uri' (melestarikan) budaya Jawa. Meski tanpa sanggar, tanpa panggung maupun perangkat alat gamelan, tidak membuat Mbah Pur dan Mat Kanon putus asa. Upaya melestarikan tari wayang orang klasik terus dilakukan sekuat tenaga. Kehadiran budaya modern yang mendesak seni tradisonal tak membuat keduanya takut untuk melestarikan budaya tradisional yang nyaris punah tersebut.

"Tidak semua orang mampu dan mau menggeluti profesi ini, barangkali bukan pilihan yang populer. Apalagi di zaman modern, dimana semua serba instan, kemampuan tersebut hampir tidak diajarkan lagi di sekolah-sekolah biasa sehingga kesenian Jawa ini hampir punah," terang Mbah Pur.

Awalnya, lanjut Mbah Pur, hanya beberapa anak yang berlatih menari sepulang sekolah. Kini semakin banyak, bahkan sejumlah ibu rumah tangga ikut berlatih menari.

"Satu minggu tiga kali kita berlatih menari, waktunya setelah sholat Ashar. Karena belum memiliki sanggar lokasi latihan terpaksa di rumah saya," jelasnya.

Dalam wayang orang terkandung nilai luhur. Setiap gerakan, adegan, kostum penari, hingga artikulasi (pemakaian bahasa) dialog mencerminkan watak, unggah ungguh (tata krama), budi pekerti dan tatanan sosial yang bisa menjadi inspirasi kehidupan.

"Gerakan dalam tari wayang orang tidak sembarangan karena mencerminkan tingkat sosial. Setiap kostum lakon berbeda, simbol kebijakan. Sedangkan dari segi bahasa Jawa yang digunakan selalu penuh makna dan santun dalam penyampaiannya," lanjutnya.

Sementara saat ditemui di sela latihan, Mat Kanon mengungkapkan apresiasi kepada para penari yang dilatihnya.

"Mereka dari berbagai latar belakang berbeda, tidak memiliki dasar penari namun sangat antusias berlatih sehingga dengan cepat menguasai setiap gerakan yang saya ajarkan," tutur Mat Kanon.

Penari berusia 73 tahun yang memiliki nama asli Rahmat Basroil itu menambahkan, idealnya dalam setiap latihan maupun pentas wayang orang selalu diiringi irama perangkat gamelan lengkap. Sehingga masing-masing personil mampu menjiwai peran dan keahliannya.

"Sekarang (sementara) masih menggunakan suara kaset. Jika kelak memiliki alat musik gamelan, latihan akan lebih mudah. Penari harus bisa memainkan gamelan, demikian pula para penayaga (penggamel) juga harus bisa main tari wayang orang," ungkapnya.

Lelah tanpa pamrih Mbah Pur dan Mat Kanon merupakan perjuangan dalam mewujudkan mimpi besar yakni budaya Jawa tetap lestari di negeri sendiri khususnya Lereng Gunung Merapi Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.


Editor Fany Rachma

1 Komentar

Pancapana 09 Februari 2019 11:03
Mugi2 wayang Wong Podosuko saget ngrbaka lan kuncara kangge ngarumaken desa lan bangsa....

Tambahkan Komentar