Pentas Di Atap Rumah Lereng Sumbing, FLG ke 19

Dilihat 1641 kali
Pentas seni Festival Lima Gunung (FLG) ke 19 digelar di atap rumah, menyesuaikan dengan pandemi Covid-19, sehingga tidak ada penonton berkerumun

BERITAMAGELANG.ID - Festival Lima Gunung (FLG)-19 tahun 2020, dilaksanakan berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada hingar bingar, tidak ada kerumunan masa dan berlangsung sangat sederhana.


Pembukaan FLG-19 dilaksanakan di lereng Gunung Sumbing tepatnya di Dusun Krandegan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang, Minggu (9/8/2020). Menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19, maka pembukaan ini diberi tajuk "Donga Slamet Waspada Virus Donya".


Acara diawali dengan berdoa dan memohon izin ke makam leluhur masyarakat setempat, di petilasan Gadung Mlati-Tledek Meyek yang berada di dekat masjid dusun setempat dan makam Eyang Dipo Drono (cikal bakal Dusun Krandegan), dekat Sanggar Cipto Budoyo Sumbing. Doa dipimpin sesepuh dusun setempat, Warijanto.


Usai berdoa, digelar pentas Topeng Ireng, Lengger,  Jarang Kepang, Beksan Wanara Arga, Jathilan perempuan. Hanya saja, semua pentas ini dilaksanakan di atas dak atau atap rumah penduduk serta di ladang holtikultura. Ingin menyuarakan pentingnya protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19, maka pentaspun dibuat berjarak. Dari satu rumah ke rumah lainnya dengan jarak sekitar 100 sampai 200 meter.


Di Krandegan, sebagian besar atap rumah penduduk terbuat dari cor-coran semen. Pembangunan rumah yang demikian di sesuaikan dengan kontur tanah yang berada di lereng gunung. Sehingga ketika digunakan untuk pentas tidak berpengaruh terhadap kekokohan rumah tersebut.


Masih tidak ingin membuat heboh, poster FLG yang sebelumnya digembor-gemborkan jauh hari sebelum hari H di media sosial, kali ini hanya di unggah 10 menit sebelum pentas di mulai. Sehingga memang hanya yang terlibat saja yang datang dan tidak ada warga yang menonton. Panitia juga menerapkan protokol kesehatan baik untuk penari dan yang terlibat.


Ketua FLG, Supadi Haryanto mengatakan, FLG ke 19 tahun ini memang istimewa. Berlangsung dalam waktu yang singkat hanya sehari saja. "Tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan tiga hari, namun kali ini hanya sehari dan hanya dua jam saja. Ya karena keadaan yang memaksa demikian," katanya.


Supadi mengatakan, selain dilaksanakan paling singkat, pentas kesenian dari lima gunung yakni Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Menoreh dan Sumbing ini tidak dihadiri penonton dari luar kota ataupun luar negeri. Peserta yang pentas juga dibatasi, hanya 6 saja. Semua yang tampil dari komunitas kesenian di Krandegan Sumbing.


Menurut Supadi yang juga ketua komunitas Kesenian Andong, apa yang dilakukan kali ini juga untuk mengabarkan, bahwa seniman pun taat protokol kesehatan di musim pandemi Covid-19. Sampai-sampai semua di atur sedemikian rupa.


Pentas singkat inipun untuk menjawab banyak orang, apakah FLG akan di gelar di musim pandemi Covid-19 ini. "Meski ada rasa kecewa, namun kami para seniman tidak ingin melanggar protokol kesehatan yang telah di tetapkan pemerintah," ungkapnya.


Supadi menambahkan, sebenarnya pihaknya beberapa waktu lalu akan melaksanakan FLG ke-19 ini secara virtual. Namun, dengan berbagai macam pertimbangan,  pesta kesenian tahunan petani di lima gunung, tetap dilaksanakan secara langsung di dusun Krandegan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.


Sementara itu,  Ketua Panitia Lokal FLG ke-19, Djawahir Sarwo Edhie mengatakan, pelaksanaan FLG ke-19 sebenarnya sudah dirancang sejak beberapa bulan lalu. Namun, adanya pandemic Covid-19 yang berkepanjangan, memaksa panitia  merubah acara yang telah dirancang semula.


Untuk tanggal kepastian pelaksanaan juga disampaikan mendadak oleh presiden FLG, Sutanto Mendut. "Baru pada Jumat 7 Agustus diberitahu, sekarang dilaksanakan. Semua serba dibuat mendadak," ujarnya.


Meski demikian, sebagai tuan rumah pihaknya tetap siap melaksanakan berbagai pentas seni untuk FLG ke 19 ini. Agar pentas ini tidak riuh, pihaknya juga meminta bantuan dari beberapa anggota sebuah ormas dan linmas yang ada di Desa Sukomakmur untuk berjaga-jaga dan mencegah penonton dari luar Dusun Krandegan menonton. Warga setempat yang menonton, juga dihimbau tidak berkerumun. Semua tetap harus bermasker. "Kita ingin menunjukkan, seniman 5 gunung bisa menjadi contoh bagi seniman-seniman lainnya, yakni dengan pentas sesuai protokol kesehatan," pungkas Ketua Kesenian dari Komunitas Krandegan Sumbing ini.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar