Nyadran Di Lereng Merbabu Doakan Pandemi Covid-19 Segera Berakhir

Dilihat 1879 kali
Tradisi nyadran warga dusun Gejayan desa Banyusidi Pakis kabupaten Magelang dilaksanakan berbeda. Warga tidak berkumpul saat makan, namun di halaman rumah masing- hal itu dilakukan untuk melaksanakan anjuran pemerintah agar phisycal distance saat pandemi Covid-19
BERITAMAGELANG.ID- Tradisi nyadran menyambut datangnya bulan suci Ramadan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, nampaknya tidak bisa dihilangkan meski saat ini dalam situasi pandemi Covid-19. Seperti halnya yang dilakukan masyarakat lereng gunung Merbabu, mereka tetap melaksanakan meski dalam suasana yang berbeda.

Tradisi yang sudah turun temurun dilakukan masyarakat di bulan Ruwah (penanggalan Jawa) atau satu bulan sebelum Ramadan dilakukan warga dusun Gejayan desa Banyusidi kecamatan Pakis kabupaten Magelang, Jumat (10/4/2020). Serangkaian acara dilakoni seperti upacara pembersihan makam, tabur bunga dan selamatan atau bancakan.

Namun karena saat ini dilaksanakan di tengah pandem Covid-19, rangkaian acara dilaksanakan menyesuaikan dengan keadaan. Tahun ini, warga tidak melaksanakan doa bersama di makam Kyai Hinggo Joyo atau cikal bakal dusun Gejayan. Namun, mereka melaksanakan doa di rumah masing-masing.

Mantan Lurah Gejayan, Riyadi mengatakan, perubahan lokasi Nyadran  sebagai upaya untuk mencegah dan memutus mata rantai Virus Corona. Selain itu, juga mematuhi imbauan dari pemerintah agar tidak  melaksanakan kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang dalam jumlah banyak.

Dikatakannya, sebelum pelaksanaan Nyadran, para tokoh masyarakat dusun setempat telah menyepakati pelaksanaan yang berbeda dibanding tahun sebelumnya. 

"Jadi selain menuruti anjuran pemerintah untuk social distancing, juga tetap bisa menjaga tradisi yang sudah turun-temurun dilakukan," katanya.

Riyadi menambahkan, meskipun kegiatan Nyadran tersebut sedikit dilakukan perubahan, tidak mengurangi makna dari ritualnya. Rangkaian Nyadran sudah dilakukan sehari sebelumnya, dengan melakukan bersih makam Kyai Hinggo Joyo yang berlokasi tidak jauh dari dusun setempat.

Kaum perempuan tetap berada di rumah masing-masing menyiapkan menu yang akan disajikan untuk keperluan tradisi itu. Seperti memasak ingkung ayam jago, membuat nasi tumpeng dengan berbagai uba rampe-nya, yakni rempah kelapa, perkedel kentang atau di dusun tersebut warga menyebutnya 'Mata Bagong' serta lauk pauk lainnya.

Menu berbagai masakan itu, keesokan harinya dimasukkan ke dalam tenong (sejenis bakul yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat dan besar) dan disajikan dalam tradisi tersebut.

Pada hari ini, tepat pukul 07.00 WIB, Sulis Prasetyo selaku Bayan (Kepala Dusun) memukul kentongan sebagai tanda agar semua warga melakukan persiapan. Dengan penuh semangat, warga segera menggelar tikar di halaman rumah masing-masing sambil membawa keluar tenong yang sudah berisi aneka masakan.

Di sisi lain, masing-masing Ketua Rukun Tetangga (RT) berkeliling secara door to door mengambil sesajen yang berupa kembang telon, kemenyan dan 'uang wajib' yang sebelumnya telah dibungkus dalam daun pisang. Setelah semuanya terkumpul, kembang telon dari masing-masing warga diletakkan di atas makam Kyai Honggo Joyo. Sedangkan uang wajib tersebut diserahkan kepada kaum (modin).

Di makam tersebut dilakukan ritual Nyadran yang diawali dengan membakar kemenyan dan memanjatkan doa untuk para leluhur dusun setempat. Ritual tersebut dipimpin Mulyono selaku Modin Dusun Gejayan. Selanjutnya, warga makan bersama-sama di halaman rumah masing-masing. Namun sebelum menu disantap, Mulyono selaku modin memimpin doa dari masjid setempat.

Doa yang dipanjatkan agar semua diberi keselamatan dan kesejahteraan menjelang Ramadan. Namun juga khusus agar pagebluk atau pandemi Covid-19 yang saat ini melanda di seluruh dunia, bisa segera berlalu dan enyah dari bumi. Dengan demikian, masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa lagi.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar