Menjamurnya Lapak Pedagang Di Puncak Telomoyo

Dilihat 1912 kali
Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang jalur pendakian menuju Puncak Gunung Telomoyo, bak jamur di musim hujan
BERITAMAGELANG.ID - Menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang jalur pendakian menuju Puncak Gunung Telomoyo, sudah sangat memprihatinkan. Jika tidak segera ditertibkan, keberadaan PKL selain mengganggu arus lalu lintas jalan, juga merusak lingkungan akibat sampah dibuang sembarangan, dan ancaman tanah longsor.

Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Pandean, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Wardoyo, Rabu (22/10/2020) mengatakan, munculnya PKL yang jualan di pinggir jalan menuju puncak Telomoyo, seperti jamur di musim hujan. 

"Ada sekitar 60 PKL yang mendirikan barak di sepanjang jalan," ujarnya.

Ramainya pengunjung yang datang ke Puncak Gunung Telomoyo yang berada di dua wilayah, yakni Kabupaten Magelang dan Semarang itu, menyebabkan masyarakat sekitar mendirikan bangunan dari bambu dengan atap plastik di sepanjang jalan menuju puncak. 

Kondisi ini, menyebabkan wisatawan yang datang merasa terganggu. Apalagi, para pedagang mendirikan bangunan permanen dari bambu tidak mengindahkan keamanan.

Bahkan mereka ada yang sengaja mengepras tanah yang ada di pinggir jalan untuk membuka warung, kemudian menutup saluran air untuk tempat jualan. 

"Kalau PKL tidak dilokalisir, bisa menjadi ancaman serius," ujar Wardoyo.

Lebih lanjut Wardoyo menjelaskan, penataan PKL di kawasan Puncak Telomoyo, sudah diantisipasi dengan melakukan koordinasi antar LMDH Pandean, Ngbalak, Magelang, dengan LMDH Dusun Sidodadi, Desa Sepakung, Kecamatan Bayubiru, Kabupaten Semarang.

"Diharapkan dalam waktu dekat sudah ada solusi, agar kelestarian lingkungan di kawasan Gunung Telomoyo terjaga, terutama terhadap ancaman tanah longsor di musim hujan. PKL akan direlokasi di tempat yang lebih baik," jelasnya.

"Yang memprihatinkan, mereka membuat tempat dengan cara menguruk tanah, padahal itu sangat membahayakan terjadinya ancaman tanah longsor," imbuhnya.

Sekarang sudah dilarang membuat lokasi jualan baru, karena rawan terjadi  longsor.

"Penataan PKL ini, dilakukan secara musyawarah untuk memberikan penjelasan kepada PKL, termasuk membuat kelompok untuk penataan anggota," ujar Wardoyo.

Meningkatnya jumlah wisatawan dan tumbuhnya PKL, telah menyumbang tumpukan sampah setiap minggunya mencapai dua truk lebih. Karena pengambilan sampah, dilakukan seminggu dua kali, yakni hari Jumat dan Senin.

Sedangkan jumlah wisatawan yang datang lewat pintu masuk Desa Pandean, hari biasa sekitar 300 orang. Tapi untuk hari Sabtu dan Minggu rata-rata 2.500 orang. Harga tiket masuk hari biasa Rp10.000 dan hari Sabtu - Minggu Rp15.000 per orang.

Jumlah wisatawan yang datang ke Puncak Telomoyo, berdampak terhadap jumlah sampah yang menumpuk. Untuk itu, ke depan wisatawan diupayakan membawa kembali sampah untuk dibuang ke tempat sampah yang disediakan di bawah.

"Ini salah satu cara agar sampah tidak menumpuk di atas. Begitu juga pedagang, diharuskan memiliki tempat sampah. Meski saat ini, baru bisa menyediakan bagor untuk membuang sampah," jelas Wardoyo.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar