Balitbangkes: 90 Persen Bahan Baku Obat Indonesia Masih Import

Dilihat 2561 kali
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia ke 55 Universitas Tidar di Artos Hotel Magelang Jawa Tengah, Selasa (17/10)

BERITAMAGELANG.ID - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Siswanto mengungkapkan hampir 90 persen bahan baku obat di Indoensia berasal dari luar negeri.

"Bahan farmasi Indonesia 90 persen masih impor, khususnya yang terkait dengan penggabungan bahan kimia. Karena mengembangkan bahan baku obat itu tidak mudah," kata Siswanto dalam Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia ke 55 di Artos Hotel Magelang, Jawa Tengah, Selasa (17/10).

Siswanto memaparkan, untuk membangun laboratorium pabrik farmasi murni di Indonesia masih sulit karena membutuhkan biaya cukup besar.

"Ada bahan dasar yang di Indonesia, tapi ada proses penggabungan senyawa-senyawa. Senyawa itu harus dijaga kemurnian zat aktif tunggal. Obat paten yang beredar itu sudah dipatenkan sebelumnya melalui uji klinis di pabrikan, salah satunya di Jerman, Prancis, Jepang," beber Siswanto.

Sebagai solusi ketergantungan bahan impor tersebut, Indonesia bisa merujuk kembali ke sejarah raja raja nusantara yakni dengan pemanfaatan keragaman hayati.

"Guna mengurangi ketergantungan tersebut riset Farmathologi atau penelitian penggunaan tanaman dan hewan sebagai obat warisan sejarah terus dilakukan oleh berbagai kalangan. Penelitian bahan lokal itu bisa diuji kimianya, nantinya bisa digunakan untuk antibodi, anestasi dan sebagainya," lanjut Siswanto.

Seminar yang digelar Universitas Tidar (Untidar) Magelang tersebut dihadiri berbagai kalangan seperti pengusaha jamu, BPOM RI, Budayawan, Akademisi, peneliti, dan 60 perwakilan Instansi dari 20 provinsi.

Seperti diketahui, pemanfaatan keragaman hayati termasuk tanaman obat sudah dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Pada Candi Borobudur yang dibangun oleh Raja Mataram Kuno Syailendra tahun 770 Masehi banyak ditemukan relief berupa alat-alat pembuat ramuan jamu. Warisan otentik yang dahulu biasa digunakan oleh tabib atau dukun tersebut, saat ini terus berkembang.

Dalam literatur sejarah, pengetahuan formulasi ramuan/obat dari bahan alami telah dilakukan oleh keraton Surakarta tahun 1858 yang terdiri atas 1.734 formula herbal. Di Indonesia terdapat 9.600 lebih jenis tumbuhan berkhasiat obat, dan 200 lebih spesies digunakan sebagai bahan obat tradisional.

Berdasar bukti sejarah dan keragaman hayati itu, menurut Plt. Rektor Universitas Tidar Magelang (Untidar) Prof. John Hendri, Phd., saat ini sudah menjadi kebutuhan di masyarakat. Pemanfaatan tanaman untuk obat sudah memasuki era inovasi pabrikan modern, namun obat herbal itu berbeda dengan obat paten.

"Obat herbal adalah berbahan dasar jamu tapi sudah melewati uji klinis yang sudah sepadan dengan obat modern. Yang membedakan obat herbal dengan obat modern adalah, jika obat modern hanya memiliki zat akfif tunggal. Sedangkan herbal berasal dari ekstrak tumbuhan yang masih banyak bahan aktif di dalamnya," terang John.

Ia menuturkan, keterbatasan sarana namun melimpahnya sumber daya alam nusantara diharapkan mampu mengubah nilai pandang masyarakat dalam mengembangkan budidaya tanaman obat.

"Ini tantangan bagi kita semua mengolah dan memanfaatkan tumbuhan obat guna mengurangi bahan baku masih impor," pungkasnya.
Dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri farmasi Indonesia ketergantungan terhadap bahan baku obat dari luar negeri dengan 90% impor. Bahkan, nilai impor pada 2014 lebih besar dari nilai ekspor 6,68% atau total sebesar USD 900 juta.

Tahun 2013, nilai ekspor USD 532 juta tumbuh 16,98% dari 2012. Meski demikian, farmasi masih dikuasai produk impor, nilai impor lebih besar dari nilai ekspor.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar