Tataran Ideal Koreografi

Dilihat 1774 kali
Sendratari Mahakarya Borobudur Karya Daryono diciptakan melalui proses kreatif berjenjang dan melalui berbagai tahapan proses yang membutuhkan kolaborasi paralel berbagai pihak.

Tak dapat disangkal, dalam proses perjalanan waktu seorang seniman dengan berbagai karya yang digelutinya baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun global ternyata dapat menghentak perhatian publik. Seniman merancang semua itu tidak lepas dari kepentingan untuk membangun eksistensinya sebagai bukti laku kreatif yang tak pernah berhenti.


Mereka saling kompetitif melakukan siasat kebudayaan yang implementasinya tergantung dari ideologi serta tujuan yang melatarinya. Sehingga, ekspresi karya yang dimunculkannya bisa bermacam-macam dari sekadar untuk hiburan sampai dengan keperluan ritual.


Dengan demikian proses kreatif merupakan ajang yang tak kalah pentingnya dalam proses penciptaan karya seni. Bahkan proses kreatif ini lebih penting daripada result akhir sebuah karya. Hal-hal praktis, seperti pencarian ide secara langsung atau pengayaan. Tak ubahnya seperti, melakukan riset laboratorium.


Seperti halnya dalam seni tari. Proses kreatif dilakukan oleh seniman melalui berbagai fase yang di dalamnya membutuhkan energi, pikiran, serta perenungan yang lebih mendalam agar karya yang diciptakan harmoni dengan tujuan awal penciptaan sebagai pijakan dasarnya.


Tahapan Kerja


Pada dasarnya proses kreatif dapat dipahami sebagai tahapan-tahapan kerja yang dilakukan seniman untuk menghasilkan suatu karya seni. Untuk itu, ada beragam proses yang ditempuh oleh seniman, baik berangkat dari pemikiran yang konseptual dengan sistematika tertentu dan penuh pertimbangan maupun melalui proses yang penuh dinamika.


Seni tari sebagai ikon dari seni pertunjukan merupakan hasil dari olah kreatif yang ditata atau diciptakan untuk dinikmati publik.Tentu proses kreatifnya dilakukan melalui berbagai tahapan-tahapan artistik. Proses penciptaan karya seni tari merupakan proses pribadi, pengalaman masa lalu sebagai bagian pengalaman emosional yang kemudian membaur dengan lingkungan pada akhirnya akan membentuk sebuah gaya pribadi yang berbeda.


Proses kreatif tersebut dilakukan tidak dalam waktu singkat, tetapi dalam proses panjang. Secara keseluruhan apabila proses kreatif dilakukan dengan benar, maka akan menemukan jawaban sebuah laku kreatif, yaitu menemukan apa yang sebelumnya tidak diketahui menjadi hasil ekspresi unik (Nunik Widiasih, 2009).


Tak berlebihan kiranya, kalau bisa ditekankan di sini, bahwa proses pembuatan karya koreografi (penciptaan seni tari) tidaklah kalah penting. Bahkan dapat dikatakan lebih penting dari sekadar hasil dari karya itu sendiri. Penjelajahan gerak dan pengayaan ide bisa lahir dari seniman ketika melakukan proses kreatif.


Adapun keberhasilan seniman tari untuk menciptakan karya yang kapabel paling tidak ditentukan oleh beberapa komponen dasar kesenimanan. Pertama, penguasaan teknik. Dalam seni tari, keterampilan mencakup teknik gerak dan koreografi. Seorang penari harus mampu melakukan gerak sesuai dengan  tuntutan estetika tari dan teknik koreografi.


Kedua, kepekaan rasa. Berbeda dengan seorang pemain akrobat yang hanya mengendalikan teknik gerak, seorang seniman dituntut memiliki kepekaan rasa yang mencakup kepekaan rasa agar karya yang diciptakan bisa dinikmati secara mendalam oleh publik.


Ketiga, kreativitas. Kemampuan kreativitas ini merupakan kemampuan untuk mencipta, memberi interpretasi, mewujudkan ide, gagasan, dan pengalaman ke dalam sebuah bentuk seni yang disertai daya imajinasi dan inovasi yang tinggi.


Keempat, intelegensia. Kemampuan ini merupakan kemampuan untuk belajar dan memahami atau untuk menghadapi hal-hal yang baru atau situasi yang menantang, Kemampuan intelegensia ini juga bisa diartikan sebagai kemampuan berpikir kritis atau menggunakan penalaran yang jernih.


Tataran Ideal


Dari berbagai kemampuan yang harus dimiliki oleh seniman bila ingin mencipta suatu karya tari yang berkualitas, tentunya untuk bisa sampai pada tataran ideal harusnya seniman tersebut tidak patah arang atau putus asa dalam mengolah proses baik dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai rencana tindak lanjutnya.


Seperti halnya karya Daryono dari ISI Surakarta bertajuk Sendratari Mahakarya Borobudur. Garapan yang menggambarkan proses berdirinya Candi Borobudur pada masa kejayaan Dinasti Syailendra itu, ternyata proses awalnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mulai dari eksplorasi gerak, casting penari, komposisi tari, iringan, rias, tata panggung dan sebagainya membutuhkan proses lama yang kadang juga harus ada perubahan konsep dalam proses perjalanannya.


Lain lagi yang penulis alami, ketika pada 2010 menggarap Dramatari Kesetiaan Sinta di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang. Karya ini terinspirasi dari Epos Ramayana karya Valmiki yang sudah melegenda. Dalam proses kreatif penggarapannya sangat menguras waktu dan tenaga karena harus memadukan casting penari dari dua lembaga, yaitu Seminari Mertoyudan dan SMA PL Van Lith Muntilan. Dalam karya kolaborasi ini, pihak SMA Seminari Mertoyudan menggandeng SMA PL Van Lith Muntilan untuk memerankan para penari putrinya.


Namun, sesulit apapun kendala yang ada di lapangan, bila dilakukan dengan sabar, telaten, dan tak pantang menyerah, akhirnya hasilnya dapat dipentaskan dengan cukup baik. Justru dengan karya kolaborasi tersebut, hikmah yang dapat diambil yakni dapat merajut semangat kebersamaan di antara dua lembaga yang berbeda.


Dari berbagai pengalaman proses kreatif itu dapat ditarik suatu tautan benang merah, bahwa ide atau pengayaaan bisa berawal dari apa saja untuk dapat membuahkan karya spektakuler. Jadi, tidak hanya berpusat pada teknik bermain gerak semata. Namun, justru dari pemahaman dan wawasan komprehensif akan memperkaya ide sehingga karya yang diciptakan semakin mengakar dan mempunyai branding tersendiri.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar