Siasat Guru dalam Menggunakan Internet

Dilihat 1876 kali
ilustrasi : liputan6.com

Oleh P. Budi Winarto,S.Pd


Sejumlah guru di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) suatu hari berdiskusi tentang penggunaan bahan ajar dari internet. Kebanyakan dari mereka meyakini bahwa adanya internet memudahkan guru dalam mempersiapkan bahan ajar. Sebagian lain mengatakan bahwa kemudahan bukan hanya dalam persiapan tetapi juga dalam proses pengajaran. Salah satu guru tersebut mengungkapkan pendapatnya bahwa, walaupun internet memberikan kemudahan dalam persiapan dan proses pengajaran, pemahaman guru tentang teknologi dibutuhkan.


Apa yang didiskusikan oleh para guru tersebut setidaknya mengungkapkan dua hal penting, yaitu: (1) dewasa ini pendidikan tersituasikan dalam dunia kemajuan teknologi serta (2) proses pendidikan tidak melulu perihal menyediakan bahan belajar. Kemajuan teknologi seperti internet yang menjadi  sumber informasi mengubah arena di mana pendidikan diselenggarakan. Jika sebelum ada internet orang harus berjuang menemukan sumber informasi yang terbatas lewat perpustakaan, pada zaman internet orang harus berjuang memilih sumber informasinya yang tidak terbatas lewat dunia maya.


Keberadaan sumber informasi yang tidak terbatas itu menuntut sikap yang berbeda sebab berlimpahnya informasi bersumber internet tidak serta merta diikuti dengan sahihnya setiap informasi yang diberikan. Kemudahan yang difasilitasi internet membutuhkan cara baru dalam meresponnya. Bila internet hanya dipandang sebagai suatu “textbook”, seperti halnya “buku ajar” yang lain, bisa jadi proses pendidikan berjalan ke arah yang tidak diharapkan sebab internet berada secara berbeda dibandingkan dengan aneka sumber pengajaran sebelumnya, dan tidak bebas nilai.


Pendidikan yang Tersituasikan


Tersiatuasikan pendidikan dan proses-proses di dalamnya sudah lama dibahas oleh para ahli pendidikan. Salah satu telaah yang cukup sering dibaca adalah pendangan mengenai “Situated Learning” dari Jane Lave dan Etienne Wanger (1991). Menurut keduanya,proses belajar selalu berada dalam konteks komunitas yang menjalankan praktik-praktik hidup sehari-hari dalam kebersamaan interaktif demi kepentingan tertentu seperti melewati berbagai persoalan yang muncul. Proses belajar itu bisa berlangsung dalam komunitas suku di pedalaman yang berjuang untuk survive, sebuah kelompok band musik yang berusaha menemukan ekspresi terbaru dari aktivitasnya, sekelompok insinyur yang berupaya mengatasi permasalahan kelangkaan energi, atau sekelompok ahli bedah yang ingin menemukan cara baru dalam menjalankan operasi medis (bdk, Wenger,2007).


Bila dicermati, pada proses belajar yang tersituasikan tersebut setidaknya terdapat dua ciri yang menonjol yaitu: (1) adanya kepentingan bersama yang menyatukan sekoelompok orang dan (2) adanya tindakan dari individu-individu yang membentuk tindakan interaktif yang bermakna bagi komunitas. Karena berada di dalam konteks situasional sepertiitu, proses belajar bukan melulu menyangkut perkembangan isi kepala dari individu-individu secara terpisah,melainkan merupakan cara individu dalam membangun diri sebagai makhluk sosial di tengah dunianya yang konkret.


Guru, salah satu figur mempunyai peran perantara di tengah masyarakat, bisa pudar keberadaannya,dan bingung menemukan peran, mengikuti nasib kantor pos setelah era surat elektronik. Dunia internet menuntut revitalisasi dari tindakan mengajar yang dilakukan guru. Pengajaran yang dipaham semata sebagai tindakan menginformasikan apa-apa saja yang terdaftar sebagai ensiklopedia pengetahuan kiranya semakin kehilangan relevansinya atau kurang menjawab kebutuhan. Di tengah arus deras informasi tanpa perantara, yang lebih dibutuhkan adalah sosok yang memahami dunia semacam itu dan mempunyai siasat tentang bagaimana tinggal di dalam dunia berinternet.


Tersituasikannya pendidikan dalam dunia dengan internet menempatkan manusia pada posisi kritisnya di dunia sebagai homo faber, yaitu manusia yang dengan segala potensi dan talenta mampu menciptakan jalan keluar dan menguasai lingkungan tempatnya berkiprah. Pada manusia sebagai homo faber tersebut, bersiasat adalah jalan hidup sekaligus identitas. Ketika guru menggunakan teknologi internet dalam proses pembelajaran yang dikelolanya pasti butuh keterampilan bersiasat.


Upaya Menemukan Siasat


Pengetahuan mengenai apa yang dibutuhkan guru untuk menemukan siasat dalam proses pembelajaran ada tiga domain yaitu: (1) pengetahuan tentang pengajaran, (2) pengetahuan tentang pedagogik pengajaran, dan (3) pengetahuan tentang teknologi pengajaran. Gabungan ketiga pengetahuan itu disebut Technologial Pedagogical Content Knoledge (TPCK) yang dapat dijadikan landasan bersiasat atau kerangka kerja bagi guru mengintegrasikan teknologi dalam proses pendidikan.


Mishra dan Kohler menjelaskan bahwa Content Knowledge adalah pengetahuan tentang materi-materi dasar yang dipelajari atau diajarkan,seperti materi Ilmu Sosial yang pasti berbeda dari materi matematika. Pedagogical Knowledge adalah pengetahuan tentang proses-proses mengenai aneka cara, tahapan, dan tujuan pengejaran/pembelajaran. Technology Knowledge adalah pengetahuan mengenai teknologi standar seperti buku dan papan tulis serta teknologi yang lebih maju seperti internet dan video digital. Karena teknologi selalu berubah,Technology knowledge mengikuti perubahan itu. Terhadapnya dibutuhkan kemampuan untuk selalu belajar membaharui dan beradaptasi. Adapun Technological Pedagogical Content Konowledge (TPCK) adalah pengetahuan yang menjadi landasan untuk menemukan jalan-jalan konstruktif yang dinamis sesuai dengan kebutuhan actual mengenai cara menjelaskan dan mengembangkan konsep-konsep materi dasar mata pelajaran dengan menggunakan macam-macam teknologi.


Bila guru mempunyai TPCK yang memadai, dapat dibayangkan bahwa dirinya berkempuan (dan lalu berkebiasaan) reasoning atau menjalankan penalaran baik pada saat  mengeksekusinya. Reasoning tersebut menyangkut usaha untuk menemukan “nilai pembelajaran” atau “fungsi didaktik” yang hendak diciptakan dalam pengelolaan aktivitas kelas dari awal hingga akhir proses. Pada guru yang sudah memiliki karakter itu, kewaspadaan yang bijak terhadap penggunaan internet dalam proses pembelajaran akan terpelihara. Alarm kesadaran didaktiknya akan menyala bilamana teknologi yang dipergunakan tidak mengandung “nilai pembelajaran” yang ingin dicapai. Mengenaal hal ini, Mishra dan Kohler menyebut empat kondisi yang perlu disadari oleh guru, yaitu: (1) cepatnya perubahan bentuk-bentuk teknologi, (2) adanya ketidaksesuaian desain software teknologi untuk pembelajaran, (3) proses belajar selalu merupakan setting tertentu yang terbuka pada perubahan, dan (4) kebiasaan untuk mengajarkan segi “apa”nya dari pada “bagaimana”nya.


Tumbuh dan berkembangnya TPCK dalam diri guru yang mendorong terjadinya penalaran terus-menerus terhadap usaha integrasi teknologi seperti internet ke dalam proses pembelajaran itu kiranya merupakan salah satu upaya untuk menemukan siasat di tengah pendidikan yang tersituasikan dalam masyarakat informasional dewasa ini. Itulah sebabnya barangkali Leo Shulman (1987), seorang ahli psikologi pendidikan, mengatakan bahwa “tujuan dari pelatihan-pelatihan guru bukanlah mengindoktrinasi atau melatih guru untuk berperilaku seturut peraturan tertentu, tetapi untuk medidik dan melatih mereka agar mampu menalar dengan jernih apa-apa saja yang mereka ajarkan dan menunjukkan kemampuan keguruannya secara terampil. Penalaran yang jernih membutuhkan baik proses berpikir tentang apa yang mereka lakukan maupun landasan yang memadai mengenai fakta, prinsip-prinsip, dan pengalaman-pengalaman yang mendorong mereka untuk bernalar”


Maka munculnya siasat guru di tengah dunia internet memang tidak dapat dipisahkan dari pemahamannya mengenai teknologi yang digunakan dalam proses pembelajaran, seperti yang diutarakan oleh salah satu guru dalam kisah diawal tulisan ini. Guru yang mampu beriasat dalam mengajar di dunia internet bukan hanya menghadirkan “fungsi didaktik” dari dipergunakannya teknologi, tetapi juga dapat menyelamatkan guru dari proses kehilangan jati diri.

 

P. Budi Winarto, SPd

Guru SMP Pendowo Ngablak

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar