Santun Berbahasa sebagai Cermin Jati Diri

Dilihat 7775 kali
Guru bahasa Indonesia memandu diskusi kelompok di kelas X MD SMK Negeri 1 Magelang dengan materi menyampaikan kritik lewat senyuman.

(Oleh: Puji Wijayanti, S.Pd., Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 1 Magelang)


"Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan". Itulah salah satu peribahasa yang tidak asing di telinga. Tajamnya kata-kata jauh lebih tajam daripada ketajaman sebilah pedang. Luka di hati yang sudah tergores oleh tuturan tak akan bisa terobati dan selalu teringat, bahkan termaafkan tetapi tidak bisa dilupakan. Satu kata yang terlontar akan menjadi kabar burung yang terbawa angin dan menyebar ke segala penjuru, bahkan dapat berakibat fatal, pencemaran nama baik, dan pembunuhan karakter bagi keberadaan sesorang dalam komunitas sosial. Untuk itu, diperlukan adanya santun berbahasa sebagai cermin jati diri, pribadi sejati dalam menjalin komunikasi dan interaksi sosial manusia.


Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari interaksi antarsesama dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah komunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (http: //kkbi.kemdikbud.go.id/).


Berdasarkan pengertian komunikasi tersebut, dalam komunikasi terdapat proses barter pengiriman pesan dan penerimaan pesan. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana yaitu proses pertukaran ide, gagasan, pokok pikiran, berita dari pengirim pesan kepada penerima pesan.


Komunikasi dapat berdampak terhadap keeratan dan kerenggangan sebuah hubungan antarsesama. Hubungan akan menjadi akrab dan erat jika terjalin komunikasi yang baik dan sehat. Begitu pula sebaliknya hubungan akan menjadi renggang jika komunikasi tidak sehat dan tidak baik. Salah satu hal yang dapat memengaruhi kualitas komunikasi ini adalah alat komunikasi yaitu bahasa.


Alat Interaksi


Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang digunakan oleh manusia. Menurut Abdul Chaer dan Leoni Agustina dalam buku Sosiolinguistik Perkenalan Awal (2014) menegaskan bahwa bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Dengan demikian bahasa memegang peranan penting dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama manusia. Berbagai ide, gagasan, pikiran, konsep, dan perasaan dapat disampaikan melalui bahasa.


Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi dalam berbagai hal yang berkaitan dengan sosiokultural di tengah masyarakat. Jika diperhatikan dengan jeli, kondisi kebahasaan di masyarakat cukup memrihatinkan terutama dalam penggunaaan bahasa Indonesia sebagai alat komuikasi verbal, baik lisan dan tulis. Kata-kata, kalimat yang tidak santun seperti cacian, makian, dan sesuatu yang tidak pantas untuk diucapkan seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.


Santun Berbahasa


Sampai saat ini, santun berbahasa tampaknya masih kurang dipedulikan dalam berkomunikasi. Hal tersebut dapat kita lihat dari adanya status, komentar atau video di unggahan media sosial, atau bahkan kita jumpai secara langsung dalam interaksi komunikasi kehidupan sehari hari dalam berinteraksi sosial, misalnya keluarga, rekan kerja, maupun bermasyarakat.


Hal ini sangat berpengaruh pada ketentraman dan kedamain dalam kehidupan seseorang juga berdampak pada keharmonisan interaksi sosial. Fenomena yang demikian seharusnya menggugah hati dan pikiran kita untuk selalu menyegarkan dan membudayakan berbahasa secara santun, apalagi masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi tata krama dan kesopansantunan.


Budaya masyarakat yang santun tidak hanya dilihat dari cara dan tingkah laku seseorang, melainkan dapat juga dilihat dari cara berkomunikasi secara verbal (lisan dan tulis) oleh seseorang. Cara yang paling mudah dengan memperhatikan dan mendengar seseorang dalam berbahasa, apakah sudah menggunakan bahasa yang santun ataukah sebaliknya.


Adapun yang perlu diperhatikan dalan komunikasi terdapat tiga hal yang sangat mendasar, yaitu kesantunan berbahasa, kesopanan berbahasa dan etika dalam berbahasa. Kesantunan berbahasa adalah cermin jati diri bangsa yang sesungguhnya. Hal ini tentu tak terlepas dari jati diri pribadi seseorang. Jika setiap orang mempraktikkan santun berbahasa, maka ini akan menjadi identitas pribadi. Apabila santun berbahasa sudah menjadi jati diri atau identitas, maka sudah sejalan dengan budaya ketimuran yang dimiliki bangsa Indonesia.


Kesopanan bahasa merupakan dasar bagi penutur untuk mencapai komunikasi yang baik dengan lawan tutur sehingga apa yang diinginkan dapat tersampaikan dengan baik. Penyampaian berbahasa dengan mempertimbangkan kesopanan misalnya dalam tuturan langsung diikuti mimik atau gerakan yang merupakan bahasa tubuh. Bahasa tubuh yang menunjukkan kesopanan, seperti menundukkan kepala atau sedikit membungkukkan badan.


Etika bahasa merupakan suatu kaidah normatif yang berlaku dalam komunitas masyarakat tertentu. Artinya, penggunaan bahasa yang menjadi pedoman umum yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa. Cara bahasa yang demikian itu diakui sebagai bahasa yang sopan, hormat, dan sesuai tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.


Setiap insan hendaknya berlatih untuk santun berbahasa dengan cara berhati-hati dalam menyampaikan ujaran, menulis status, menepis bentuk-bentuk cacian beralih dengan kata-kata positif yang membangun. Untuk menyampaikan kritik pun perlu lewat senyuman, agar dapat diterima dengan lapang dada dan tidak menyakiti siapapun.


Tidak ada salahnya jika setiap individu untuk belajar dan tidak berhenti belajar baik, lebih baik, sampai menuju terbaik. Menjalin komunikasi terhadap sesama dengan santun berbahasa sebagai cerminan jati diri pribadi insan yang sejati menuju masyarakat yang harmonis, penuh kasih sayang dan cinta. Dengan kata lain, harga diri seseorang juga tercermin dari kualitas ucapannya. Hal ini juga sesuai dengan filosofi bahasa Jawa yaitu "ajining dhiri ana ing lathi".


Oleh karena itu, perilaku santun berbahasa perlu diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari, baik dalam lembaga kependidikan maupun non kependidikan melalui berbagai kegiatan interaksi sosial. Kegiatan dalam lembaga pendidikan misalnya diskusi, rapat, kegiatan ekstrakurikuler dan tentunya proses belajar mengajar. Kegiatan lembaga non kependidikan misalnya kegiatan sosial kemasyarakatan, pelatihan-pelatihan, pendidikan kilat, maupun interaksi sosial yang berkaitan dengan pelayanan kemasyarakatan.


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar