Prospek Seni Budaya di Borobudur

Dilihat 2242 kali
Panel 65 Relief Avadana di Candi Borobudur yang mengisahkan Raja Rudrayana menerima surat dari Raja Bimbisara. Salah satu relief tersebut dapat menjadi sumber inspirasi seniman untuk berkarya.

Bila ditelisik lebih jauh Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia di dalamnya mengandung berbagai nilai baik itu filosofis, ilmu pengetahuan, adat istiadat, serta perilaku komunitas pada masa lalu. Semua aspek tersebut merupakan perpaduan antara situs pusaka warisan budaya dengan seni, kosmologi, tata ruang serta mitos yang menyimpan makna dan dimensi yang sangat bernilai. Aspek satu dengan lainnya saling berkelindan yang tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya sehingga menjadikan Candi Borobudur sebagai sebuah mahakarya diakui secara kosmopolitan.


Karya spektakuler para putra Nusantara di masa lalu tersebut, sudah barang tentu diciptakan tidak instan, namun melalui proses panjang sehingga bisa survive sampai saat ini. Karya tersebut telah mampu melewati zamannya. Tercipta melalui pergumulan, adu gagasan, serta dialektika sehingga mengerucut menjadi suatu pemahaman bersama sehingga menghasilkan karya yang mengakomodasi semua pihak.


Harapannya ke depan situs bersejarah ini mampu menjadi sumber belajar dan mendalami berbagai tata ruang, waktu, dan kondisi, yang sekaligus dapat menjadi sumber inspirasi kreatif pada masa kini. Selain itu, bagaimana inspirasi tersebut dapat diwujudkan dalam tindakan praksis agar prospek seni budaya di Borobudur dapat terbangun dengan tidak meninggalkan substansinya. Pemikiran tersebut muncul dalam dialog budaya yang diinisiasi oleh Panitia Ruwat Rawat Borobudur tahun 2021 pada awal bulan November lalu.


Branding Candi Borobudur


Pada dasarnya proses kreatif seni budaya yang ada di Borobudur perlu lebih berorientasi pada branding Candi Borobudur. Implikasi branding tersebut menunjuk pada suatu proses mendesain, merencanakan, dan mengomunikasikan nama serta identitas dengan tujuan membangun atau mengelola reputasi (M. Shabrina, 2015).


Dengan mengedepankan branding dalam berbagai cabang seni yang mencakup seni pertunjukan maupun seni rupa akan dapat memperkaya nuansa karya seni tersebut yang tidak tercerabut dari akar budayanya. Di samping itu para seniman akan semakin tertantang untuk dapat menciptakan karya inovasi sesuai dengan dinamika zaman dengan tetap berorientasi pada Candi Borobudur sebagai sebuah mahakarya.


Seniman seni pertunjukan baik tari, karawitan, pedalangan, atau teater dapat menyusun karya yang dapat mengambil dari detail-detail relief di Candi Borobudur sebagai sumber inspirasi. Di Candi Borobudur menyimpan karya-karya sastra yang tidak pernah kering untuk digali.


Candi Borobudur menjadi istimewa karena adanya 2.672 panel relief. Sejumlah 1.460 panel relief cerita (naratif), dan 1.212 panel relief dekoratif. Relief naratif terdiri atas lima gugus relief, yaitu pertama relief Karmawibhangga (160 panel). Relief ini tersimpan di lantai dasar Candi Borobudur. Rangkaian relief Karmawibhangga mengisahkan perihal hukum sebab-akibat perbuatan dalam kehidupan sehari-hari manusia yang bersifat universal.


Kedua, Relief Jataka (500 panel). Relief ini tepatnya berada di dinding luar lantai 3. Relief Jataka mengisahkan kelahiran masa lampau Bodhisattva dalam upaya menyempurnakan kebajikan demi mencapai pencerahan. 


Ketiga, Relief Awadana (120 panel di lantai 3, dan 100 panel di lantai 4). Dalam relief Awadana ini berisi kisah-kisah moral yang dapat menjadi tuntunan hidup, seperti kisah Maitrakanyaka dan Raja Rudrayana.


Keempat, Relief Lalitavistara (120 panil di lantai 3). Detail dalam relief ini terletak di lantai 3 yang berisi kehidupan Buddha dari sebelum masa kelahiran sampai saat pengajaran pertamanya di Taman Rusa.


Kelima, Relief Gandawyuha (460 panel). Relief ini berada di lantai 4-6 yang mengisahkan perjalanan tokoh Sudhana menemui para mitra dan guru kebajikan untuk merealisasikan pencerahan akal budi (Bambang Eka P., 2021).


Dari ribuan panel relief tersebut, tentunya dapat digali dari berbagai perspektif, baik dari karya sastra maupun dekoratifnya. Bila dipelajari lebih jauh, dalam seni pertunjukan misalnya, bisa digali sebagai atraksi seni pertunjukan yang menarik karena sumber ceritanya dapat diambil dari berbagai panel yang memiliki latar belakang cerita yang unik, berbeda, variatif, dan sarat pembelajaran humaniora.


Kerja Sama Paralel


Untuk dapat mewujudkan seni budaya yang mengacu pada prospek dan branding Candi Borobudur diperlukan kerja sama paralel berbagai pihak. Baik itu komunitas seniman, lembaga-lembaga swasta, maupun pemerintah, dapat berkolaborasi sinergis agar tujuan tersebut dapat terealisasi. Komunitas seniman melakukan proses kreatif sedangkan lembaga-lembaga swasta maupun pemerintah dapat memfasilitasi agar proses kreatif tersebut dapat terwujud dengan baik.


Para seniman sendiri pun perlu memperkuat jejaring mereka agar karya yang diciptakan dapat lebih optimal. Misalnya seniman seni pertunjukan bila ingin membuat karya sendratari bisa menjalin relasi dengan seniman seni rupa dalam pembuatan kostum yang mengambil dari detail panel relief di Candi Borobudur.


Tak kalah urgennya adalah membangun seni budaya yang berbasis masyarakat dan kearifan lokal. Bila seni budaya sudah mengakar di dalam simpul-simpul komunitas basis, keberlangsungannya akan langgeng dan tidak akan ditelan waktu. Sebut saja Festival Lima Gunung atau Ruwat Rawat Borobudur yang sampai saat ini masih survive dalam rentang waktu lebih dari dua dasawarsa.


Menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa seni yang berakar dari kehidupan komunitas basis akan terus dapat mengalir secara berkesinambungan karena seluruh komponen komunitas penyangganya mendukung kegiatan tanpa pamrih. Mereka juga berkomitmen bahwa seni budaya harus hidup sampai kapan pun, walau dinamika zaman mengalami perubahan pesat di era digital ini.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar