Peran Manajemen dalam Seni Pedalangan

Dilihat 1060 kali
Seni pedalangan akan dapat eksis dan berkelanjutan apabila dikelola dengan menerapkan manajemen profesional

Berbicara manajemen tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan suatu organisasi yang ekspektasinya dapat berkelanjutan dan menunjukkan progresifitasnya. Demikian juga dengan organisasi seni pertunjukan, seperti seni pedalangan. Sebagai cabang dari seni pertunjukan, seni pedalangan usianya sudah sangat lama paralel dengan eksisistensi wayang yang ada di nusantara sejak zaman feodal.


Implikasi seni pedalangan tak lain adalah seni yang bersinggungan dengan penuturan narasi dalam seni pertunjukan wayang. Lebih spesifik seni pedalangan dapat dieksplanasikan seni yang membicarakan tentang seni pertunjukan wayang kulit dengan peran seorang dalang atau narator dalam cerita tersebut sangat dominan.


Pada umumnya pengelolaan seni pedalangan dilakukan oleh seorang dalang yang manajemennya sudah diwariskan oleh pendahulunya secara terun-temurun. Ketika mendapat job, dalang sendiri yang mencari beberapa komponen penunjang, seperti wayang, gamelan, niyaga (penabuh gamelan), sinden (penyanyi), dan sebagainya. Para dalang tersebut, bila jam terbangnya sudah tinggi, pada umumnya sudah memiliki beberapa perangkat pendukung tersebut. Namun, bila masih merintis, ia harus mencari sendiri perangkat-perangkat tersebut, demi kelancaran seni pertunjukan yang akan dilakukan.


Adapun prinsip manajamen yang dilakukan dengan sistem kerja dalam koridor pembagian kerja secara mutual, tanggung jawab bersama, semangat kebersamaan dalam kesatuan komando. Di sini peran dalang sangat signifikan. Baik sebagai pemimpin dalam estetika seni pertunjukan, maupun non teknis lainnya seperti, honor, publikasi, promosi, dan sebagainya. Konsep manajemen personal menjadi parameter utama dalam menunjang keberlangsungan seni pertunjukan tersebut (Kasidi, 2006).

 

Manajemen Profesional


Sebagaimana diketahui, berdasarkan banyak penelitian tidak sedikit organisasi seni pertunjukan, apabila dilihat dari sudut pandang artistik bisa dikatakan cukup bagus dan menarik, namun kontinuitasnya tidak bertahan lama. Sehabis pertunjukan beberapa kali, keberadaan atau gaungnya tidak terdengar kembali. Padahal organisasi tersebut sangat dibutuhkan oleh komunitas luas untuk memberikan santapan estetis di tengah gegap gempitanya era modernisasi ini.


Termasuk dalam seni pedalangan, ketika mereka baru naik daun, dalam waktu beberapa lama, reputasinya menghilang, dikarenakan dalang tersebut kehilangan banyak pendukungnya, termasuk perangkat pendukunng yang dimiliki. Bisa jadi gamelan dan wayang yang dimiliki sudah dijual untuk menunjang hidup. Para pendukung, seperti niyaga, sinden, dan tim produksi sudah tidak bisa diajak kerja sama dan sebagainya.


Dari berbagai fenomena tersebut, ditengarai manajamen profesional belum dapat diimplementasikan dengan baik. Mereka bekerja maksimal, kalau ada proyek. Kiat-kiat untuk mengisi kegiatan di saat job luang, seperi pelatihan, diskusi, penggalian naskah, upaya penggalian dana, perencanaan program jarang dilakukan. Sistem komando secara struktural dengan dalang sebagai pilar utama menjadi parameter dalam mereka bekerja. 


Untuk itu, kiranya dalam organisasi atau personal dalam seni pedalangan perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen profesional lebih berorientasi pada kerja kolektif. Di sini perlu ada spesifikasi pekerjaan yang lebih melebar dan menuntut profesionalisme masing-masing bidang dengan uraian kerja jelas.


Dalang tidak lagi memiliki otoritas tunggal, tetapi harus mampu bersinergi dengan semua pendukung tim produksi. Hasil dari kerja kolektif ini pun tidak semata-mata menjadi milik dalang, namun sudah menjadi milik bersama organisasi kesenian yang bersangkutan. Bahkan dapat terjadi dalang tidak perlu memikirkan jumlah penabuh, sinden, sound system, dan sebagainya. Semua sudah diatur oleh tim manajeman produksi sekaligus berfungsi sebagai pencari order.


Kalau dalam manajemen tradisional, dalang menunggu tanggapan atau order, kebalikannya dalam manajemen profesional modern manajemen produksi dan tim pemasaran yang harus sibuk mencari order dan melakukan ide kreatif menciptakan kegiatan. Dalam hal ini, tugas dalang sangat terbantu. Fokus perhatian dalang hanya mengupayakan terus menerus untuk melakukan proses kreatif estetika dan inovasi secara maksimal, bersama-sama dengan tim kreatif yang telah ada.


Pilar Penawaran


Dalam implementasi manajamen profesional salah satu pilar penawaran produksi adalah divisi pemasaran. Divisi ini bertugas memasarkan hasil produk kepada konsumen atau pelanggan. Keberhasilan dari pemasaran ini, menjadi parameter laku tidaknya produk di masyarakat. Untuk menopang kekuatan pemasaran dapat mamanfaatkan dan memberdayakan publikasi massa yang memadaai, baik lewat media elektronik, media massa, majalah, iklan, platform digital dan sebagainya.


Sosialisasi produk dapat dilakukan dalam skala besar dan berkelanjutan guna memberikan citra positif kepada pangsa pasar. Dengan melakukan sosialisasi dan publikasi secara berkelanjutan, citra publik juga terbangun. Sekaligus menunjukkan bahwa organisasi tersebut masih eksis. Untuk menunjang promosi, organisasi seni dapat melakukan beberapa kegiatan penunjang, seperti workshop seni pedalangan, pengenalan apresiasi wayang masuk sekolah, pelatihan tatah sungging, dan sebagainya. Strategi tersebut memiliki efek ganda, selain promosi, juga melakukan kontribusi pemberdayaan masyarakat dalam bidang seni budaya.


Dengan demikian, beberapa komponen manajemen profesional perlu dioptimalkan dalam organasasi seni pedalangan. Peran manajemen di era sekarang sangat menentukan di tengah iklim kompetitif yang menuntut semua orang mengikuti perkembangan sains dan teknologi dengan tidak menghilangan kandungan nilai humanioran, bahwa seni pedalangan di samping sebagai seni pertunjukan juga merupkan tuntunan kehidupan manusia. 


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar