Naskah Lama Yang Menginspirasi

Dilihat 4803 kali
foto: www.sibnudin.net

Seperti diketahui naskah-naskah lama juga manuskrip yang ditulis tangan adalah kode reflektif sebuah zaman. Naskah lama tersebut bisa berupa  sejarah yang mencatat  setiap jengkal peristiwa. Namun bisa juga sebagai dongeng yang tak jauh dari imajinasi peradaban yang sedang dilakoninya. 


Sebuah sastra kuno memang sejak awal tujuan dari penulisannya memang diniatkan untuk merefleksikan pandangan dan ajaran kehidupan. Seperti Serat Tripama karya Sri Mangkunegara IV penguasa Kadipaten Mangkunegaran yang di dalamnya mengandung ajaran kehidupan tentang teladan bagi para prajurit agar berwatak ksatria, gigih, tidak takut dalam membela negara. 


Ada lagi naskah lama La Galigo yang berupa kitab kuno berbentuk puisi yang berisi mitos penciptaan dari peradaban Bugis. La Galigo menjadi teks sastra yang populer karena beberapa kekuatan atau kelebihannya. Di antaranya isi ceritanya terdiri puluhan episode dengan cara penulisan yang memiliki aturan sastra yang ketat. Isinya antara lain memuat norma, konsep kehidupan, budaya, silsilah dewa-dewa, dan asal usul orang Bugis. Sejak tahun 2011, naskah kuno ini  telah ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (https://www.indonesia.go.id).


Teks-teks sastra Melayu kuno, seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Mesa Gimang, dan sebagainya pada umumnya berisi refleksi pandangan, ajaran, dan ujaran hidup profetik pada zamannya. Implikasi hidup profetik tersebut merupakan suatu pandangan yang berusaha meletakkan manusia dalam bingkai religius transedental, dalam kerangka menggapai korelasi yang seimbang antara jagat alit (mikrokosmos) dan jagat ageng (makrokosmos).


Naskah-naskah kuno tersebut biasanya ditulis pada bermacam-macam materi sarana masa lampau yang ada di daerah asalnya. Misalnya, naskah-naskah dari Sumatera menggunakan bambu, kulit kayu, dan rotan. Naskah Jawa, Madura, Lombok, Sulawesi, ditulis pada lontar. Keunikan naskah kuno Nusantara tersebut merupakan aset yang tak ternilai harganya sekaligus sangat memesona dilihat dari perspektif estetisnya. 


Aspek kehidupan


Sebagai peninggalan masa lampau, naskah kuno mampu memberi informasi mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat masa lampau seperti politik, ekonomi, sosial budaya, pengobatan tradisional, tabir gempa atau gejala alam, fisikologi manusia, dan sebagainya.


Secara sosial budaya, naskah memuat nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan sekarang, sehingga menjadi sebuah tanggung jawab telah berada di pundak kita untuk mengungkap mutiara yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan dalam merelevansikan nilai kebaikan yang ada di masa lampau untuk diterapkan hari ini.


Di Pulau Jawa, Keraton Yogyakarta sebagai pewaris Kerajaan Mataram yang dikenal sebagai benteng penjaga budaya Jawa menyimpan beragam tradisi warisan masa lampau dengan rapi dalam kehidupan keseharian keraton. Tak terkecuali koleksi naskah yang ada di perpustakaanya.


Di Perpustakaan Kridhamardawa tersimpan koleksi naskah-naskah kuno yang berhubungan dengan kesenian, seperti tari, musik, pewayangan, dan kriya yang ada di wilayah Keraton Yogyakarta.


Naskah atau teks yang paling banyak dari bidang tari (bedhaya, srimpi), musik (karawitan), dan wayang baik itu wayang kulit maupun wayang orang. Rata-rata naskah tersebut banyak berasal dari peninggalan Sultan Hamengkubuwono VII (HB VII). Pada masa itu kesenian sudah dikenal dan diapresiasi. Di samping itu, dari sisi teknologinya  sudah mulai terlihat bahwa kegiatan kesenian sudah mulai didokumentasikan melalui naskah atau teks.


Secara umum naskah-naskah ini banyak berisikan seputar ajaran hidup berkaitan dengan budi pekerti dan juga kehidupan. Namun, sebelum era Sultan HB VII boleh dibilang adalah era perjuangan. Suatu era yang di dalamnya menumbuhkan sikap dan jiwa patriotisme juga nasionalisme. Pada akhirnya muncul karya garapan yang penuh makna filosofis tersembunyi sebagai taktik untuk  melawan penindasan Belanda melalui dunia seni (Majalah Gong, 2007).


Sebagaimana ditulis oleh Gandes Sekarputri dalam artikel bertajuk Kesusastraan: Ajaran Nilai-Nilai  Moral Masa Hamengkubuwono V (2020) menegaskan, salah satu karya sastra Sultan Hamengkubuwono V yang jarang dijumpai namun digarap serius yaitu mengenai ajaran nilai-nilai kepemimpinan. Karya sastra yang berisi ajaran kepemimpinan, antara lain: Serat Makutharaja (1846), Serat Hastabrangta (1847) dan Serat Jatipusaka Makutharaja (1852). Karya sastra tersebut merupakan persepsi dan idealisasi Sultan Hamengkubuwono V mengenai kepemimpinan. Nilai-nilai kepemimpinan sebagai bentuk keteladanan yang diimplementasikan dalam kehidupan.  Selain itu, naskah tersebut  sebagai reaksi dan kompensasi akibat tekanan politik pemerintah kolonial Belanda terhadap Keraton Yogyakarta.


Sumber inspirasi


Tak bisa dipungkiri keindahan naskah kuno atau manuskrip lama, keunikannya tak lekang dimakan waktu. Naskah-naskah kuno tersebut dapat menjadi sumber inspirasi yang tak pernah kering. Banyak para pengarang malah membubuhinya dengan kesegaran tafsir yang tak kalah memesona.


Para dalang dalam dunia pewayangan Jawa adalah yang cakap sekali mengembangkan cerita dari naskah induk seperti Mahabharata, Ramayana, atau Serat Panji. Mereka fasih  melahirkan naskah carangan, yaitu sebuah tafsir atau elaborasi dari naskah yang sudah ada.


Kita juga mengapresiasi Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah, juga museum  yang telah merawat dan mengoleksi naskah-naskah tersebut terawat dengan baik. Dengan demikian, naskah-naskah kuno tersebut dapat dipakai sebagai rujukan dalam melakukan penelitian dan sumber inpirasi lain dalam upaya memperkokoh ketahanan Budaya Nasional.



(Penulis: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kec. Mertoyodan Kabupaten Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar