Seperti diketahui, publik pada umumnya memahami praksis pendidikan karakter hanya dalam konteks kelas. Padahal, proses pembelajaran di dalam kelas, serta bagaimana gairah peserta didik muncul seringkali terjadi karena ada faktor lingkungan yang membentuk budaya maupun sistem dalam organisasi dan tata kelola sekolah.
Lebih dari itu, pendidikan karakter seringkali sangat tergantung efektivitasnya dari kualitas kultur yang melingkupi sebuah lembaga pendidikan. Kultur terbentuk dari norma, peraturan sekolah, regulasi pendidikan, dan pembiasaan yang terbentuk dalam lingkungan sekolah. Keempat hal tersebut perlu hadir dalam sebuah interaksi antar pelaku pendidikan secara harmonis.
Sebagai sebuah gerakan nasional revolusi mental, Kemendikbud menetapkan lima nilai utama karakter yang saling berkaitan dalam gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Adapun landasan hukum PPK adalah Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Pembentukan karakter peserta didik di sekolah bisa dilakukan melalui kegiatan kreatif dan reflektif dalam wadah majalah dinding (mading). Membuat majalah dinding di lingkungan sekolah merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kreativitas, melatih kerjasama, menumbuhkan sikap reflektif dalam diri peserta didik, dan meningkatkan kapabilitas berkomunikasi melalui bahasa tulisan.
Nilai estetika
Nilai-nilai yang dilatihkan dalam pembuatan majalah dinding adalah nilai estetika melalui desain unik yang inovatif, kemampuan berkomunikasi menarik melalui bahasa tertulis, kemampuan berpikir kritis dalam menelaah dan membuat kajian tulisan terhadap tema tertentu. Di samping itu dalam mading juga menjadi ajang latihan untuk menyelesaikan persoalan saat pengelola mading membahasa isu-isu tertentu yang ada di lingkungan sekitar mereka (Doni Koesoema A & Evi Anggraeny, 2020).
Majalah dinding bisa dibuat di setiap kelas dan dipasang di depan kelas sepanjang koridor sekolah. Teknis tersebut sebaiknya dilakukan agar banyak peserta didik dari kelas lain yang dapat membaca dan menikmatinya. Untuk tingkat pendidikan dasar, latihan membuat majalah dinding bisa dimulai dari paparan tulisan sederhana per kelas atau sekolah membentuk tim redaksi khusus untuk mengelola majalah dinding.
Pendampingan guru untuk mata pelajaran yang relevan sangat dibutuhkan, seperti guru Bahasa Indonesia dan guru yang mengampu mata pelajaran lain yang memiliki relevansi dengan tema liputan yang diangkat oleh majalah dinding. Agar kualitas isi mading dapat terjaga, sebaiknya para guru juga dilibatkan sebagai pembaca materi atau editor isi mading yang akan dimuat.
Sebaliknya peserta didik perlu menampilkan tulisan terbaik agar dapat menuliskan namanya di laman mading sekolah. Proses seleksi biasanya bersifat berjenjang. Misalnya naskah kiriman peserta didik akan diseleksi terlebih dahulu oleh redaktur. Naskah yang telah lolos dari seleksi redaksi, diserahkan kepada guru pendamping mading atau guru Bahasa Indonesia untuk diseleksi. Guru kemudian menentukan pilihan naskah yang layak diterbitkan.
Memberi tanggung jawab
Mading selaian menerima naskah umum dari peserta didik, juga memberi tanggung jawab pada redaktur untuk membahas topik tertentu. Redaktur mading juga perlu belajar cara menulis dan mengekspresikan gagasan dengan baik. Dengan demikian, selain menyeleksi naskah yang lain, redaktur juga menjadi pemikir utama dalam mendeskripsikan pokok persoalan dalam tema mading yang sedang dibahas.
Majalah dinding bisa diterbitkan secara reguler, misalnya 6 bulan, 3 bulan, atau sebulan sekali, tergantung dari kesediaan pengurus dan pengelola majalah dinding. Bila sekolah sudah makin membuat majalah dinding, makin sering terbit makin baik. Sebulan sekali terbit sudah merupakan capaian yang luar biasa untuk ukuran mading di sekolah.
Yang perlu diingat majalah dinding perlu didesaian dan dikelola secara kreatif. Konsep majalah dinding adalah enak dibaca dan dilihat. Oleh karena itu, membuat majalah dinding memerlukan pemilihan ukuran, jenis, dan warna yang menarik. Daya tarik majalah dinding keseluruhan eksposisi gagasan dan pemikiran dalam bentuk tulisan maupun gambar-gambar yang akan memperkaya imajinasi dan visualisasi pembaca. Sebagai contoh pengelola mading bisa membuat model tiga dimensi. Melalui format mading tiga dimensi kreativitas atau imajinasi pengelola akan tertantang.
Dari pengelolaan mading yang intensif di sekolah secara tidak langsung akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada diri peserta didik. Saat hasil karyanya dibaca di mading sekolah oleh puluhan bahkan ratusan anak lain, otomatis akan muncul rasa percaya diri. Hal ini memiliki dampak yang sangat positif bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya. Rasa percaya diri ini akan memacu mereka untuk terus berkarya dengan tujuan agar karyanya dapat dinikmati teman-teman di sekolahnya.
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang
0 Komentar