Menanti Kebangkitan Industri Pariwisata

Dilihat 1259 kali
Candi Pawon, salah satu objek wisata di Kabupaten Magelang

Hantaman badai pandemi Covid-19 telah menyerang seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Sektor pariwisata merupakan yang paling terpukul. Padahal sebelumnya sektor ini merupakan andalan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana diketahui devisa dan penyerapan tenaga kerja merupakan pendukung ekonomi nasional yang mampu menopang kekuatan suatu bangsa dalam menjalankan roda ekonominya.


Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), devisa dari sektor pariwisata pada 2019 sebesar 19,7 miliar dollar AS. Sementara tenaga kerja yang diserap sektor ini 12,6 juta orang. Berdasarkan data Bank Indonesia, 16,163 juta orang melancong ke Indonesia‚  pada 2019 (Kompas, 28/6/2020).


Menyikapi hal tersebut, World Toursim Organization (UNWTO) sebagai badan khusus PBB yang membidangi pariwisata telah menetapkan tema Tourism for Inclusive Growth atau Pariwisata untuk Pertumbuhan Inklusif dalam perayaan Hari Pariwisata Sedunia 2021.


Pemilihan tema tersebut diambil karena pariwisata dapat diharapkan menuju pemulihan dan pertumbuhan yang inklusif. Artinya kebangkitan pariwisata harus dapat dirasakan semua pihak secara luas dan adil, baik negara dengan ekonomi maju maupun berkembang.


Hari Pariwisata Dunia


Setiap tanggal 27 September negara-negara di seluruh penjuru dunia memeringati World Tourism Day atau Hari Pariwisata Sedunia. Hari Pariwisata Sedunia pertama kali ditetapkan pada 1980, di Kota Torremolinos, Spanyol, sebagai bentuk penghargaan bagi para pelaku wisata di dunia.


Di balik penetapan Hari Pariwisata Sedunia pada 27 September 1980, terdapat sejumlah fakta unik di belakangnya. Pada mulanya, organisasi pariwisata dunia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa atau yang dikenal dengan nama UNWTO menyelenggarakan pertemuan umum pada tahun 1979. Pada sesi rapat ketiga, UNWTO menggagas untuk memfasilitasi Hari Pariwisata Dunia, yang pada akhirnya ditetapkan pada 27 September 1980.


Penetapan 27 September sebagai Hari Pariwisata Dunia oleh UNWTO ternyata bukan tanpa alasan. Tanggal tersebut dipilih agar bersamaan dengan salah satu momen penting di dunia pariwisata, yaitu hari jadi pengadopsian anggaran dasar UNWTO pada 27 September 1970.


Selain itu, tanggal 27 September menjadi momen saat para traveler di seluruh belahan dunia melakukan liburan bersama. Tanggal tersebut merupakan akhir dari waktu liburan di bumi bagian utara yang bersiap memasuki musim dingin. Sementara, di belahan bumi bagian selatan, tanggal tersebut merupakan awal musim liburan menjelang musim panas (https://id.wikipedia.org).


Pemulihan Pariwisata


Diamati dari makna tema Hari Pariwisata Dunia tahun ini menandaskan bahwa untuk memulihkan industi pariwisata semua pihak perlu melihat pariwisata sampai kedalamannya. Bukan hanya sekadar angka dan statistik, melainkan dampaknya baik untuk pelaku dan wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata.Tema tersebut juga dirasa tepat diaplikasikan di tengah pemulihan industri pariwisata pasca pandemi.


Selama pandemi, di saat banyak wisatawan tak bisa berwisata, banyak sektor pariwisata yang terpukul. Apalagi banyak negara yang menjadikan industri pariwisata sebagai salah satu pemasukan kas negara, seperti Indonesia. Oleh sebab itu, menjelang dibukanya kembali gerbang pariwisata, negara-negara harus membenahi banyak sektor demi pemulihan yang merata.


Dengan demikian pemulihan industri pariwisata perlu dibarengi dengan strategi baru untuk membangkitkan industri pariwisata di tengah pandemi Covid-19. Strategi tersebut tidak hanya sekadar mengandalkan keindahan wisata, seni, budaya, tetapi juga harus mengedepankan keunggulan lain, yaitu protokol kesehatan dan pengawasannya di sejumlah objek wisata.


Strategi tersebut sangat rasional karena orang berwisata tentu tak ingin sakit atau tertular penyakit. Konsekuensinya, pengelola destinasi wisata harus menjamin keselamatan pengunjung agar tetap sehat, baik saat masuk maupun keluar dari tempat wisata. Untuk itu kiranya diperlukan mekanisme yang standar atau Standar Operasional Prosedur (SOP) di setiap destinasi wisata.


Di samping itu, kualitas sumber daya manusia pariwisata perlu juga dioptimalkan kembali. Tentunya pelayanan sebelum pandemi dengan pasca pandemi sangat berbeda. Tingkat keramahan semua pelaku pariwisata dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan sangat dipertaruhkan.


Sebagai contoh ketika wisatawan berkunjung ke hotel, yang tidak taat protokol kesehatan, petugas hotel perlu menegur dengan tidak menghilangkan rasa empati familiarnya. Sikap tersebut, nantinya diharapkan sebagai branding hotel akan sikap memberikan pelayanan simpatik, agar tamu bisa berkunjung kembali.


Dengan menyamakan langkah untuk meningkatkan infrastruktur dan standar pelayanan, kita yakin pariwisata akan bangkit kembali dari keterpurukan karena badai pandemi Covid-19.


Selamat Hari Pariwisata Dunia Tahun 2021.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar