Memutus Rantai Demam Berdarah dengan Bakteri Wolbachia

Dilihat 2804 kali

Nyamuk mampu menyebarkan berbagai macam penyakit, dengan menularkan virus dari satu orang ke orang yang lain. Salah satu penyakit yang disebarkan yaitu Dengue atau yang lebih dikenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan negara endemik DBD, dimana setiap tahunnya mempunyai lebih dari 7 juta kasus dengue setiap tahunnya.


Beban ekonomi tahunan Indonesia tertinggi di dunia akibat demam berdarah. Data tahun 2015, diperkirakan total beban ekonomi demam berdarah mencapai 381,15 juta dollar. Jumlah tersebut terdiri dari 355 juta dollar dirawat di rumah sakit sedangkan 26.2 juta dirawat di puskesmas. 


Penting bagi kita dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk mengatasi penyakit tahunan demam berdarah. Tahun 2020, Kementerian Kesehatan mencatat 103.781 kasus demam berdarah. Sebanyak 53,11% kasus DBD menyerang laki-laki dan perempuan sebanyak 46.89%. Sedangkan kasus kematian mencapai 661 orang.


Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2020 angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk di Kabupaten Magelang yaitu 2.15. Artinya, jika penduduk Kabupaten Magelang sebanyak 1.363.290 orang, maka sekitar 30 orang terkena DBD. Angka ini paling sedikit dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah.


DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan penyebarannya dibantu oleh vector perantara nyamuk Aedes Aegypti merupakan masalah yang kompleks terutama pengendalian yang belum mencapai hasil. Perubahan iklim berpengaruh terhadap kelangsungan hidup nyamuk Aedes Aegypti karena menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berdampak terhadap ekosistem daratan dan lautan. Selain itu perilaku masyarakat yang tidak melakukan pola hidup bersih dan sehat serta acuh terhadap lingkungan yang menjadi sarang nyamuk juga mempengaruhi keberlangsungan hidup nyamuk Aedes Aegypti.


Jika nyamuk yang mengandung virus dengue menggigit manusia maka akan menginfeksi ke dalam tubuh, dengan demikian tubuh manusia akan terinfeksi virus dengue. Selain itu, nyamuk dapat menghisap virus dengue dari dalam tubuh manusia yang mengandung virus dengue dan akan tersimpan dalam lambung nyamuk serta menyebar ke seluruh jaringan tubuh tidak terkecuali pada air liurnya. 


Pada saat nyamuk menggigit manusia maka akan mengeluarkan air liur untuk mencegah agar darah yang dihisap tidak membeku akhirnya virus dengue akan masuk ke dalam tubuh manusia bersamaan dengan air liur nyamuk tersebut.


Upaya pengendalian DBD di Indonesia


Upaya pengendalian telah dimulai sejak tahun 1968. Awalnya dengan program larvasidasi yaitu menggunakan pestisida untuk membunuh nyamuk, dilanjutkan dengan kelambu, foging atau pengasapan, jumantik (juru pemantau jentik) yang memantau setiap rumah dilanjutkan dengan program Evaluation of Communication for Behavioral Impact (COMBI), kemudian Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan 3M (Mengubur barang bekas, menguras tempat penampungan air, dan menutup tempat penampungan air) hingga program pengendalian dengan bakteri Wolbachia.


Di Kabupaten Magelang, upaya pengendalian juga telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat seperti pelaksanaan satu rumah satu jumantik. Selain itu fogging juga dilakukan ke beberapa wilayah yang terdapat kasus DBD. Imbauan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan gerakan 3M. Bahkan sosialisasi tentang PSN telah sampai ke sekolah-sekolah dengan metode bergambar. 


Untuk megurangi tingkat kematian akibat DBD, masyarakat diimbau untuk segera membawa kerabat yang menunjukkan gejala DBD ke fasilitas kesehatan, baik puskesmas maupun rumah sakit terdekat.


Wolbachia merupakan salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropoda (tidak memiliki tulang belakang). Umumnya, wolbachia hidup dalam sel serangga dan dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui telur serangga. 


Contoh hewan yang dapat ditemui mengandung bakteri wolbachia diantaranya yaitu ngengat, lalat buah, capung, kupu-kupu. Para peneliti dari World Mosquito Program telah mengembangkan bakteri ini untuk memutus mata rantai demam berdarah.


Cara kerja Wolbachia


Bakteri Wolbachia berkembang melalui jalur betina. Apabila serangga jantan mengandung bakteri wolbachia berreproduksi dengan serangga betina non wolbachia maka telur serangga tidak akan menetas. Jika serangga jantan non-wolbachia berreproduksi dengan serangga betina wolbachia maka akan menghasilkan telur-telur serangga berwolbachia. Namun bila keduanya berwolbachia maka akan menghasilkan telur-telur berwolbachia.


Sistem perkembangbiakan inilah yang akhirnya diteliti oleh para peneliti dari Indonesia Mosquito Program. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil bakteri wolbachia dari lalat buah kemudian disuntikkan ke dalam telur nyamuk Aedes Aegypti. Hasil mengejutkan didapatkan bahwa bakteri wolbachia yang terdapat pada nyamuk aedes aegypti dapat menghambat virus dengue pada tubuh nyamuk tersebut.


Proyek percontohan pertama dilakukan di Yogyakarta atas izin dari masyarakat, stakeholder dalam menyukseskan penanggulangan DBD. Nyamuk yang telah mengandung bakteri wolbachia dilepas ke pemukiman masyarakat agar berreproduksi dengan nyamuk lokal yang terdapat virus dengue. 


Reproduksi kedua nyamuk tersebut menghasilkan nyamuk-nyamuk berwolbachia sehingga tidak terdapat lagi nyamuk dengan virus dengue. Setelah 3 (tiga) tahun pelepasan nyamuk berwolbachia, kasus DBD di wilayah tersebut menurun hingga 77%.


Metode wolbachia terbukti aman karena bakteri wolbachia tidak dapat hidup pada manusia, serta berkesinambungan dan mengurangi kasus dengue. Kesuksesan penelitian ini akan diperluas juga pada beberapa daerah di Indonesia untuk menurunkan kasus DBD. 


Meskipun penanganan DBD dengan metode wolbachia telah mendapatkan hasil baik, diharapkan masyarakat tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat seperti 3 M. Dengan demikian masyarakat dapat terhindar dari berbagai penyakit.

 

Sumber : Kementerian Kesehatan RI, World Mosquito Program, Indonesia Mosquito Program

 

(Oleh: Fajar Nur Farida, S.E, M.P.H, Administrator Kesehatan Muda, RSUD Muntilan Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar