Melatih Berpikir Analitis, Kritis dan Kreatif

Dilihat 13768 kali
Guru harus bisa membangun cara berfikir analitis, kritis dan kreatif peserta didik. (ilustrasi Aim)


Oleh: P. Budi Winarto, S.Pd

DEWASA ini ada kecenderungan yang terjadi di jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah yakni sekolah-sekolah lebih tertarik pada upaya mengembangkan daya ingat daripada mengembangkan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikr otak siswa lebih banyak didominasi oleh penggunaan otak siswa sebagai organ perekam daripada organ berpikir. Proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang mengasah dan melatih ingatan. Pembelajaran didominasi oleh kegiatan guru dengan ceramah, mencatat di papan tulis dan kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya instruksional. Pengembangan berpikir analitis, kritis dan kreatif, telah direduksi dan dipahami sekedar sebagai kemampuan mengingat. Banyak sekolah lebih mengedepankan pengembangan otak anak sebagai organ perekam daripada sebagai organ berpikir.

Ketika seorang anak belajar untuk bertanya, maka ia berusaha menghubungkan kaitan antara berbagai informasi yang telah ada dalam otak mereka. Kemampuan untuk bertanya adalah pintu masuk untuk berpikir analitis, kritis dan kreatif. Anak-anak harus diberi peluang dan kesempatan untuk mengadakan latihan-latihan agar mampu menggunakan otaknya bagaimana berpikir analitis, kritis dan kreatif. Mereka harus diarahkan untuk tidak sekedar menerima begitu saja setiap informasi tanpa mengadakan penilaian dan tanggapan terhadap setiap informasi yang diterimanya. Dengan latihan-latihan yang baik dan terarah, anak-anak akan belajar bagaimana menganalisis sebuah rancangan (desain), menilai reliabilititas dan vadilitas informasi-informasi, mengidentifikasi pola-pola peristiwa dan membuat prediksi, menjawab pertanyaan-pertanyaan, mengenali asumsi-asumsi dan generalisasi, membuat problem solving serta bagaimana mengambil kesimpulan.

Iklim dan kondisi pembelajaran yang baik adalah kondisi pembelajaran yang dapat mengembangkan otak siswa sebagai organ berpikir, yakni berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Iklim dan kondisi seperti ini tidak serta merta muncul begitu saja, tetapi harus dikonsepkan, dirancang, dan diupayakan oleh setiap pendidik dan guru di kelas. Problemnya, maukah dan mampukah kita sebagai guru membawa anak-anak untuk mengembangkan kemampuan otak sebagai organ berpikir daripada sebagai organ perekam?

Berpikir Analitis, Kritis dan Kreatif

Berpikir analitis mengharuskan otak kita bekerja seperti detektif. Ia harus mencari dan menggambarkan setiap informasi yang dimiliki, baik berupa ciri, sifat, bentuk, ukuran dari setiap benda atau hal yang menjadi amatannya dan mempergunakan informasi yang diperolehnya dalam rangka menyelesaikan masalah.

Pola berpikir analitis adalah pola berpikir yang berlandaskan pada usaha mengadakan pemetaan masalah, menemukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian atau gagasan dan menunjukkan hubungan antar bagian-bagian tersebut. Kegiatan pembelajaran di kelas yang dapat mengembangkan pola berpikir analitis adalah latihan-latihan atau kegiatan-kegiatan belajar berupa mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, latihan-latihan merumuskan masalah, latihan mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi, latihan-latihan menggambarkan suatu peristiwa, membuat grafik, dan sebagainya.

Pola berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang mampu menemukan jawaban dan alasan-alasan mengapa sesuatu itu dikatakan begini atau begitu. Pola berpikir kritis adalah pola berpikir yang selalu mempertimbangkan dan menilai benar- salah, baik-buruk, bermanfaat tak bernanfaat. Sangatlah gampang kita mengatakan sesuatu itu baik atau buruk, berguna atau tidak berguna, fair atau tidak fair, dan sebagainya. Tetapi kadang-kadang amat sulit bagi kita ketika kita harus menjawab MENGAPA sesuatu itu dikatakan baik atau buruk? Kita membutuhkan alasan atau acuan dan kriteria tertentu untuk mendukung KEPUTUSAN ATAS PENILAIAN tersebut.

Berpikir kritis adalah salah satu sisi menjadi orang kritis. Pikiran harus TERBUKA, JELAS DAN BERDASARKAN FAKTA. Seseorang berpikir kritis harus mampu memberi alasan atas pilihan keputusan yang diambilnya. Ia harus bisa menjawab pertanyaan MENGAPA keputusan seperti itu diambil. Ia pun harus terbuka terhadap perbedaan keputusan dan pendapat orang lain serta sanggup menyimak alasan-alasan mengapa orang lain memiliki pendapat dan keputusan yang berbeda?

Bangsa kita kini membutuhkan orang-orang yang mampu berpikir kritis. Banyak media yang menyediakan sarana untuk itu. Berpikir kritis itu bisa muncul ketika kita membaca majalah, menonton televisi, dan sebagainya. Kemampuan itu secara khusus akan memberikan pengaruh pada kehidupan kita dan hidup bertetangga kita.

Guru di kelas dapat melatih para siswa untuk berpikir kritis dengan berbagai latihan-latihan misalnya siswa dilatih untuk mempertahankan pendapat, beradu argumentasi, memikirkan dan memilih solusi yang lebih baik, menyusun suatu kriteria penilaian, memberikan saran untuk sebuah perubahan, membahas suatu kasus, menyarankan suatu strategi, memberikan suatu penilaian, mengadakan perbandingan, memberikan kesimpulan, dan mengkritisi suatu pendapat, informasi, gagasan atau argumentasi.

Berpikir kreatif adalah pola berpikir yang berusaha menggabungkan suatu hal, membalik beberapa bagian, menghilangkan atau menghapus beberapa hal atau beberapa proses, mencari kemungkinan-kemungkinan atau alternative lain baik itu berkaitan dengan cara kerja atau bahan, mengelaborasi cara atau bahan untuk menemukan sebuah solusi lain. Mengapa berpikir kreatif begitu sulit dilakukan? Hambatan utama dari berpikir kreatif adalah kebiasaan, ikatan-ikatan dan generalisasi yang telah menempel pada suatu hal. Ketika kita berpikir tentang sebuah kursi, maka dengan segera otak kita dengan daya ikatannya akan melacak dan segera kita berpikir tentang sesuatu yang memiliki empat kaki, memiliki tempat untuk duduk dan memiliki sandaran. Ini adalah ciri-ciri umum (generalisasi) yang melekat pada sebuah kursi. Jika kita ingin membuat kursi kreatif maka otak kita harus berhenti mengingat ciri-ciri umum dan berusaha membuat sebuah kursi dengan satu kaki dan tidak ada sandaran. Memang amat sulit bagi otak Anda untuk melepaskan diri dari gambaran atau pola umum yang terpateri dalam otak.

BERPIKIR KREATIF adalah untuk MELEPASKAN DIRI DARI pola umum yang sudah tersimpan dalam ingatan. Istilah KREATIF berasal dari bahasa Inggris TO CREATE yang merupakan singkatan dari:

C - COMBINE (menggabungkan). Dapatkah saya menggabungkan sesuatu hal dengan sesuatu yang lain?

R - REVERSE (membalik). Dapatkah saya membalik beberapa bagian atau beberapa proses?

E - ELIMINATE (menghilangkan). Dapatkah menghilangkan atau menghapus beberapa bagian atau beberapa proses?

A - ALTERNATIF (kemungkinan lain). Dapatkah saya menggunakan cara, bahan, dan sebagainya dengan yang lain?

T - TWIST (memutar). Dapatkah saya memutarkan atau membaliknya?

E - ELABORATE (memerinci). Dapatkah saya menambah sesuatu atau memasukkan unsur lain?

Itulah beberapa pertanyaan yang bisa membantu seseorang untuk MELEPASKAN DIRI dari pola umum untuk berpikir kreatif. Maka seorang pemikir kreatif harus mendapatkan kesempatan dan peluang untuk berfantasi atau mengemukakan gagasan-gagasan yang tidak umum, mengadakan inkubasi atau berada pada suatu gagasan untuk beberapa saat, peluang untuk membuktikan keberaniannya mengambil risiko berbeda dengan apa yang biasa dipikirkan orang lain, dan latihan-latihan yang dapat membuatnya peka terhadap ciptaan alam dan manusia, rangsangan untuk bermain-main dengan gagasan-gagasan yang aneh.

Proses pembelajaran di kelas yang dapat lebih merangsang pola berpikir kreatif bagi para siswa adalah pola pembelajaran yang memberikan peluang pada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar misalnya membuat atau merancang desain, mengarang komposisi lagu, menemukan solusi masalah, latihan mengadakan prediksi, merancang suatu model mengadakan kategorisasi, latihan menggabungkan berbagai pendapat dan membuat kesimpulan, menyusun kembali, menulis kembali, kegiatan meringkas, menceritakan dan menulis kembali, latihan-latihan untuk menciptakan produk baru. 

Hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh kegiatan belajarnya. Masalahnya adalah bagaimana guru mampu merancang dan melaksanakan sebuah pembelajaran yang merangsang siswa untuk beraktivitas belajar dan menggunakan kemampuan otaknya sebagai organ untuk berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Konsep dan rancangan pembelajaran tidak turun dari langit, atau di tangan pemerintah, atau pengurus Yayasan, atau Kepala Sekolah, tetapi ada di tangan Guru. Merekalah ujung tombak dalam mengefektifkan kegiatan belajar siswa. Semoga.

*) Guru SMP Pendowo Ngablak

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar