Makna Gerak Seni Tari

Dilihat 82797 kali
Pada umumnya publik melihat  bentuk seni tari hanya sebatas sebagai media hiburan yang tujuan utamanya hanya membuat senang penonton. Namun sebenarnya di balik itu terkandung suatu  kandungan estetika   etis spiritual  sebagai pancaran laku batin penarinya.

Seorang penari  pada dasarnya bukanlah orang yang sekadar menggerakkan badannya untuk bergerak dalam pola gerakan-gerakan tertentu. Menari sesungguhnya sedang meniti rasa, menjalani pencarian  dan penemuan tentang jati dirinya. Bila berbagai ketentuan tersebut dijalankan dengan intens oleh penari akan menjadikan pengalaman berharga yang bisa berbagi dengan penonton.

Bila ditelisik lebih jauh, menari merupakan kiat untuk meniti rasa, menjalani pencarian dan mungkin penemuan tentang lingkungan sekitarnya. Bila itu dilatih baik melalui pengamatan maupun intensitas perbendaharaan penari tersebut, maka ia akan bisa menjalin relasi  dengan berbagai watak dan pola. Bukan hanya bentuk dan pola gerakan manusia, tapi juga nilai budaya yang mempengaruhi.
 
Makna filosofis

Dalam pedoman Joged Mataram dari Kasultanan Yogyakarta terdapat makna filosofis  dalam seni tari yang dapat diringkas sebagai berikut: sawiji (konsentrasi penuh tetapi tidak kerasukan), greged (energi dinamis tetapi tidak meniru), sengguh (percaya diri tapi tidak arogan), ora mingkuh (pantang mundur atau pantang menyerah).

Dari sisi spiritual sawiji punya makna filosofis selalu ingat kepada Yang Maha Kuasa. Greged mempunyai makna mampu menyalurkan  semua aktivitas dan gairahnya  melalui  jalan Tuhan Yang Maha Agung. Sengguh mempuyai arti bangga ditakdirkan  sebagai mahluk yang terhormat.

Adapun aspek ora mingkuh mempuyai makna tersendiri, karena  sebagai suatu kode moral  sekaligus teori pertunjukan dan akan  menjabarkan makna seni tari sebagai suatu seni kebatinan. Seperti halnya para penari  meskipun  telah memperoleh kekuatan sosial, prestasi keanggunan di atas panggung, ketenaran, seharusnya dijauhkan dari hasrat atau pamrih sesaat. Pamrih tersebut akan merusak rasa penari. Dengan demikian penari tidak selayaknya langsung puas diri. Dia harus selalu berlatih dan terus berlatih untuk mencapai tataran kesempurnaan.

Secara umum gerak tari itu juga memiliki sentuhan emosional tertentu yang telah mengalami distorsi atau stilisasi. Gerak tari terutama pada drama tari  bisa dibedakan menjadi  empat kategori, yaitu gerak maknawi (gesture), gerak murni (pure movement), serta gerak khusus berpindah tempat (locomotion). Gerak  maknawi adalah gerak yang distilisasi dari gerak keseharian, yang secara jelas menggambarkan makna tertentu. Misalnya gerak maknawi ulap-ulap dalam tari Jawa yang merupakan  stilisasi gerak tangan orang yang sedang melihat di kejauhan.
Adapun yang disebut sebagai gerak murni adalah gerak yang hanya menitikberatkan pada keindahan semata, yang pada tari Jawa banyak  kita jumpai. Gerak murni kadang-kadang juga dipergunakan untuk merangkaikan  antara gerak maknawi yang satu dengan lainnya seperti, misalnya ukel yang berbentuk  gerak tangan memutar; seblak yang berbentuk gerak tangan melempar sampur ke kanan atau ke kiri; cathok yang merupakan  gerak melempar sampur ke atas lalu ditangkap dengan tangan yang sama, dan sebagainya.
 
Penguat ekspresi

Di samping gerak maknawi dan gerak murni, masih ada satu kategori lagi yang cukup penting yaitu gerak penguat ekspresi, yang fungsinya lebih sebagai  penambah ekspresi  dari suatu maksud tertentu. Misalnya orang mengatakan "pergilah" akan lebih ekspresif dan komunikatif apabila dibarengi dengan gerak penguat ekspresi tangan atau jari telunjuk yang menunjuk ke kejauhan.

Merujuk dari buku Desmond Morris yang bertajuk Man Watching: A Field Guide to Human Behaviour dijelaskan secara eksplisit bahwa gerak-gerak yang terdapat di dalam seni pertunjukan dimasukkan ke dalam kategori mimikri teatrikal, yaitu gerak yang hanya menirukan  gerak perilaku yang sesungguhnya. Maksudnya, adegan perang yang dilakukan dalam  tari ataupun sendratari misalnya, bukanlah  gerak perang yang sesungguhnya, tetapi hanya berpura-pura saja atau distilisasi. Sudah barang tentu dalam penggarapannya  perlu diupayakan  agar gerak maknawi, gerak murni, gerak penguat ekspresi, dan gerak berpindah tempat dapat diramu dengan seimbang menurut kebutuhan, sehingga tari itu bisa nampak komunikatif (Soedarsono, 1999).  

Gerak fisik terbatas tetapi gerak rasa yang bersifat non-fisik tak terbatas. Gerak    rasa    tidak terhambat   oleh    ruang dan waktu. Ia    bisa   bergerak ke mana saja. Ada kebebasan   dalam mengolah rasa dalam ranah imajinasi gerak. 
Dengan demikian asumsi gerak seni tari hanya merujuk pada keindahan visual seperti cantik atau cakapnya penarinya perlu diluruskan. Gerak seni tari sebagai bagian dari estetika kebudayaan mempunyai peran yang sangat kompleks dikorelasikan dengan kehidupan manusia.
 
 
Ch. Dwi Anugrah
Ketua Sanggar Seni Ganggadata
Jogonegoro, Kec. Mertoyudan
Kabupaten Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar