Loyalitas Ibu dalam Sosok Dewi Kunti

Dilihat 7316 kali
Dewi Kunti merupakan sosok ibu yang bijaksana dan loyalitasnya tinggi dalam membentuk karakter pribadi para Pandawa baik dalam suka maupun duka - Foto: Media Indonesia, 2021

Dirunut dari jejak historis sejak zaman feodal sampai saat ini, seorang ibu merupakan sosok yang menjadi sumber ilmu pengetahuan juga sumber peradaban di setiap bangsa-bangsa di dunia. Di belahan Eropa negara-negara kerajaan banyak dipimpin oleh seorang perempuan, sekaligus juga sosok ibu yang piawai.


Kerajaan Inggris sejak 1952 sampai 2022 diperintah oleh Ratu Elizabeth II. Sang ratu memerintah paling lama dalam historis penguasa kerajaan yang pernah memegang kendali kerajaan dalam wilayah Britania Raya ini. Di Kerajaan Belanda dikenal Ratu Juliana yang memerintah kerajaannya selama tiga dasawarsa di negara kincir angin tersebut.


Di Indonesia dikenal Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga. Sebagai seorang raja, Ratu Shima telah membawa kerajaaannya ke puncak keemasannya dengan melakukan relasi perdagangan dan kebudayaan dengan negara-negara tetangga. Di Kerajaan Majapahit dapat ditelisik sosok Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Tokoh ini mampu memimpin kerajaannya dengan arif dan bijaksana yang gaungnya terdengar sampai ke pelosok negeri Dwipantara.


Ilustrasi tersebut menandakan bahwa, sebagai sosok perempuan pemimpin besar dari suatu negara, namun kapasitasnya tetap menjadi seorang ibu bagi keluarga. Seorang ibu dapat menjadi bagian dari sumber daya pembangunan, karena dari rahim seorang ibu akan melahirkan generasi-generasi cerdas yang nantinya diharapkan dapat menjadi tulang punggung negara dalam pembangunan bangsa ke depan.


Sosok seorang ibu pada era sekarang, tidak hanya larut dalam pekerjaan domestik, namun juga berperan besar dalam mendukung kemajuan suatu bangsa. Salah satu contoh dapat dilihat dari peran besarnya dalam pendidikan di keluarga. Dari sosok seorang ibu, pendidikan karakter di keluarga dapat terbangun secara konkret. Baik dari perilaku anak-anak, pola pikir, pola tindak, norma etika, dan sebagainya, seorang ibu memiliki peran sangat signifikan (Triningsih & NP Premieraeta, 2022).

 

Sosok Dewi Kunti


Mencermati peran besar seorang ibu dalam ranah kehidupan, tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai luhur budaya lokal yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Dalam cerita wayang, khususnya epos Mahabharata dikenal tokoh Dewi Kunti. Dalam epos Mahabharata tersebut dijelaskan bahwa Dewi Kunti atau Dewi Prita adalah putri kedua Prabu Basukunti, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Dayita.


Dalam perjalanan waktu, Dewi Kunti dipersunting oleh Prabu Pandudewanata raja Kerajaan Hastina. Dari buah perkawinan mereka, lahir lima putra yang dikenal dengan Pandawa, artinya putra Prabu Pandu. Dewi Kunti adalah figur ibu yang ideal. Tataran ideal ini dapat dimaknai pola asuh Kunti dalam mendampingi para Pandawa sudah mengikuti zamannya.  


Kunti merupakan pendamping sekaligus pendidik pertama bagi para Pandawa memasuki dunia nyata yang penuh dinamika jauh di luar gelimang kehidupan istana. Hal ini menunjukkan sebagai seorang ibu, Kunti telah dapat memberikan pencerahan dan membuka takbir kegelapan wawasan sosial para Pandawa.


Ketika para Pandawa hidup bersama dengan saudaranya Kurawa di Kerajaan Hastina, Dewi Kunti selalu mengingatkan kepada para putranya untuk tidak dendam atau benci kepada saudaranya, Kurawa, walaupun kadang mereka sering berbuat jahat. Hal itu menandakan bahwa sebagai seorang ibu, secara tidak langsung dapat menanamkan rasa welas asih kepada sesama tanpa tebang pilih.


Pola interaksi dalam keluarga menjadi hal yang sangat dominan dalam kehidupan keluarga. Dari masa kecil sampai dewasa Kunti selalu mengikuti pertumbuhan kepribadian para Pandawa dan dengan telaten selalu meluruskan apabila mereka berada di persimpangan jalan.


Ketika Pandawa menyamar menjadi orang buangan karena terusir dari kerajaannya, Kunti selalu membesarkan hari mereka. Keluar dari istana adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan karena bisa langsung mengetahui kondisi riil kehidupan rakyatnya.


Kunti selalu membuka ruang dialog dengan putra-putranya, manakala mereka menemui kesulitan dalam memecahkan berbagai persoalan hidup. Kesantunan dalam bersikap ditunjukkan Kunti dalam pola asuh yang nyata agar mereka paham akan nilai kehidupan yang hakiki. Kesantunan terhadap sesama, orang yang lebih tua, ataupun rakyat jelata merupakan modal utama untuk dapat menempa nilai karakter yang terdapat dalam pribadi masing-masing individu.


Dari analisis para ahli budaya, Kunti memang sosok ibu yang sangat bijaksana. Ibu para Pandawa ini tidak hanya mendidik putra-putrinya malalui nasihat teoritis semata, namun selalu menunjukkan Pendidikan langsung dalam tataran praksis. Kunti selalu mengikuti kemana saja para Pandawa pergi. Terutama ketika berada di tengah-tengah rakyatnya, seperti membatu keluarga tidak mampu yang betul-betul membutuhkan uluran tangan. Berkat asuhan Kunti ini, para Pandawa tumbuh menjadi pribadi dewasa yang penuh welas asih. Pola pikir dan pola tindak para Pandawa ini tidak hanya disegani oleh rakyatnya, namun kerajaan-kerajaan lain di seluruh jazirah Hindustan.


Guru Pemula


Dari eksplanasi di atas dapat ditarik suatu benang merah, bawa Kunti merupakan contoh manifestasi sosok ibu yang tergambarkan dalam literatur klasik sejak ratusan tahun lalu. Hal ini menegaskan peran ibu sebagai guru pemula bagi anak dalam keluarga sangat penting, khususnya dalam budaya Jawa yang sudah berlangsung lintas generasi.


Anak, ibaratnya adalah selembar kertas kosong yang masih putih. Ibu memiliki peran untuk menggoreskan nilai dasar agar anak dapat tumbuh sikap dan mentalnya dalam kehidupan sosial di masyarakat. Dengan demikian, ibu merupakan model utama dalam pembentukan pribadi putra-putrinya dalam lingkup keluarga.


Dari belaian kasih seorang ibu, akan menjadikan energi positif anak-anak tumbuh berkembang sesuai dengan talentanya masing-masing. Terlebih lagi doa seorang ibu adalah kekuatan yang tak akan tergantikan, agar anak-anaknya nanti meraih kesuksesan dan dapat memberikan kontribusi besar bagi negara.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar