Geliat Seni Pertunjukan Pariwisata

Dilihat 1752 kali
Seni pertunjukan tradisional apabila dikemas secara menarik akan memiliki peluang strategis menjadi seni pariwisata

Tidak dipungkiri hantaman badai pandemi Covid-19 yang telah menyerang seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia, pariwisata merupakan sektor yang paling terkena imbasnya. Padahal sebelumnya sektor ini merupakan andalan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana diketahui devisa dan penyerapan tenaga kerja merupakan pendukung ekonomi nasional yang mampu menopang kekuatan suatu bangsa dalam menjalankan roda ekonominya.


Demikian juga seni pertunjukan pendukung pariwisata juga terkena imbasnya. Seni pertunjukan di hotel atau tempat wisata sepi, karena tidak ada pengunjungnya. Para seniman juga para pekerja kreatif banyak yang banting kemudi mencari profesi lain, untuk menutup beban ekonomi yang dirasakan berat karena tidak ada pemasukan.


Seiring dengan penurunan level dan Covid-19 sudah mulai melandai, di beberapa daerah seni pertunjukan sudah mulai menggeliat. Di beberapa kantong budaya, sudah mulai berani mengadakan pentas atau latihan dalam menyambut datangnya wisatawan. Tentunya proses kreatif yang mereka lakukan harus menaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah demi kenyamanan bersama.


Berbenah Diri


Menyikapi mulai dibukanya tempat wisata dan juga hotel, para seniman perlu segera berbenah diri untuk melakukan proses kreatif yang selaras dengan konsep seni wisata. Seni pertunjukan bisa dikatakan berhasil apabila penyajiannya mampu berkomunikasi dengan penonton secara baik dan memuaskan. Hal ini berarti menandakan pertunjukan pariwisata perlu dikemas berdasarkan atas selera estetis wisatawan.


Ni Made Ruastiti dalam bukunya Seni Pertunjukan Bali Dalam Kemasan Pariwisata (2005) menegaskan kehadiran seni pertunjukan kemasan dalam seni pertunjukan wisata merupakan aktualisasi dari salah satu dampak positif dari pariwisata, yang mempunyai konsekuensi terjadinya suatu perubahan. Aspek perubahan yang terjadi adalah pada cara penyajian seni pertunjukan wisata dengan keterbatasan waktu pentas yang mengharuskan terjadinya pengemasan kembali terhadap semua pertunjukan yang ditampilkan dalam seni pertunjukan kemasan baru.


Oleh karena itu, para pelaku seni pertunjukan perlu memperhatikan pengemasan konsep seni wisata yang antara lain mempunyai ciri-ciri, tiruan dari aslinya, dikemas singkat dan padat penyajiannya, penuh variasi, tidak sakral, murah harganya, serta penyajiannya mudah dicerna (Soedarsono, 2004).


Untuk itu menjadi tantangan tersendiri bagi para seniman agar bisa menampilkan seni wisata yang memang proporsional untuk wisatawan. Tentunya penyajian yang sudah dimiliki, apabila belum memenuhi standar seni wisata bisa digarap kembali.


Belakangan ini, beberapa hotel dan resort di Borobudur sudah mulai menerima tamu dengan standar protokol ketat. Di Plataran Resort Borobudur dan Hotel Amanjiwo sudah mulai mengundang para penari untuk menemani dinner (jamuan makan malam) tamu dengan sajian repertoar tari klasik, seperti Tari Gambyong, Klana Topeng, Gunungsari, dan beberapa repertoar lain.


Peluang Prospektif


Seni pertunjukan sebagai salah satu komponen seni yang bersentuhan erat dengan sektor pariwisata memiliki peluang yang sangat prospektif. Peluang ini dikorelasikan dengan motivasi perjalanan wisatawan internasional yang banyak dilandasi oleh minat dan keinginan kuat untuk melihat kebudayaan lokal, baik peninggalan sejarah, tradisi/adat istiadat yang unik maupun seni pertunjukan, khususnya seni tari dan seni musik lainnya.


Kunjungan wisatawan mancanegara sebelum pandemi jumlahnya cukup signifikan. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman ke Indonesia Desember 2018 naik 22,54 persen dibanding jumlah kunjungan pada Desember 2017, yaitu dari 1,15 juta kunjungan menjadi 1,41 juta kunjungan. Begitu pula, jika dibandingkan dengan November 2018, jumlah kunjungan wisman pada Desember 2018 mengalami kenaikan sebesar 21,43 persen (https://www.bps.go.id).


Dari data tersebut, kunjungan atau minat wisatawan, untuk melihat seni pertunjukan cukup besar. Oleh karena itu, data tersebut sekaligus dapat menjadi pijakan yang sangat penting bagi upaya-upaya pengembangan produk wisata budaya sebagai daya tarik wisata yang sangat kuat bagi kunjungan wisatawan dari berbagai kawasan dunia.


Dengan adanya peluang tersebut, kiranya dibutuhkan pemikiran strategis agar peluang tersebut dapat diraih dengan target terukur. Pertama, promosi secara simultan. Mulai sekarang seniman perlu mempromosikan produknya melalui berbagai media baik digital maupun non digital. Promosi merupakan sarana yang efektif agar karya yang diproduksi dikenal publik.


Kedua, pendampingan intensif. Pemerintah dan lembaga-lembaga swasta perlu mendampingi proses kegiatan seniman tersebut agar karya mereka terukur dan mematuhi rambu-rambu dan regulasi normatif untuk produk seni pertunjukan pariwisata. Belum tentu semua seniman mengetahui rambu-rambu karya seni pariwisata. Oleh sebab itu pendampingan merupakan langkah yang cukup strategis.


Ketiga, pengembangan kualitas karya seni pertunjukan. Kualitas seni pertunjukan yang sudah berkembang di daerah-daerah perlu terus dielaborasikan kualitas pementasan, narasi, maupun makna ceritanya agar memiliki citra dan reputasi internasional yang pada gilirannya akan menjadi magnet yang kuat dalam membawa kunjungan wisatawan dunia ke Indonesia.


Dengan demikian, agar peluang dan target seni pertunjukan yang mendukung sektor pariwisata dapat tercapai diperlukan kolaborasi paralel semua pihak. Pemikiran dan kolaborasi kuat dapat lebih memperkuat pijakan dasar agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar