Fenomena Bersepeda Onthel di Kehidupan Normal Baru

Dilihat 4097 kali

Oleh Ch. Dwi Anugrah


Sebagaimana diketahui hampir setiap hari, di sepanjang jalan banyak dijumpai masyarakat yang melakukan refresing bersepeda onthel. Terlebih di hari Sabtu dan Minggu di jalan sudah dipastikan pencinta sepeda onthel yang menjalankan refresing bersepeda tumpah ruah di jalanan.


Implikasi onthel dalam terminologi bahasa Jawa mengandung makna dikayuh menggunakan kaki. Sepeda onthel dalam dinamika perkembangan zaman lebih familiar dengan sebutan onthel.


Onthel merupakan alat transportasi sederhana, terjangkau, andal, bersih, dan ramah lingkungan. Dapat berfungsi sebagai alat pengembangan dan sarana yang tidak hanya sebagai transportasi, tetapi juga akses ke pendidikan, perawatan kesehatan,olahraga, serta pariwisata.


Tak hanya itu, onthel juga dapat dijadikan simbol transportasi berkelanjutan, menyampaikan pesan positif untuk mendorong konsumsi dan produksi berkelanjutan, yang tentunya memiliki dampak positif pada kondisi iklim saat ini.


Raja jalanan


Kalau ada yang menanyakan siapa raja jalanan di Nusantara ini antara tahun 60-an sampai 70-an atau pertengahan tahun 80-an? Jawabnya sudah dipastikan adalah sepeda onthel bukan sepeda motor atau mobil. Segala jenis kendaraan bermotor harus menunggu beberapa warsa lagi untuk menjadi raja jalanan.


Bila ditelisik dari runutan historis, yang memerkenalkan onthel ke Indonesia adalah orang-orang Belanda yang bekerja di Hindia Belanda. Lewat roman sejarah Anak Semua Bangsa, Pramudya Ananta Toer menengarai onthel datang pada dasawarsa pertama abad 20.


Sebelum menjadi raja jalanan, sepeda onthel harus melewati rupa-rupa modifikasi. Pada 1790, bentuk paling purba dari sepeda lahir. Ia dinamai Hobby Horses dan Celeripede yang dibuat seorang berkewarganegaran Perancis bernama Niepce. Saat itu, rangka sepeda onthel terutama kemudi dan sistem pedal belum seperti sekarang. Rangka terdiri dari dua roda yang dihubungkan sebuah rangka kayu. Sekalipun berukuran canggung dan besar, keberadaan sepeda sangatlah membantu masyarakat setempat.


Orang yang melakukan terobosan penting dan mendasari perkembangan sepeda onthel selanjutnya adalah mahasiswa matematika dan mekanik di Heidelberg, Jerman bernama Baron Karl Von Drais. Ia menamai hasil modifikasinya itu ‘kuda dandy’ karena cara pemakaiannya mirip mengendarai kuda. 


Modifikasi mencapai puncaknya ketika John Dorlop dari Inggris pada tahun 1888 berhasil menemukan ban yang diisi dengan angin (Majalah Ekspresi Edisi XVII/Th. XII/Juli 2004).

Sepeda onthel yang telah dimodifikasi itulah yang masuk ke Hindia Belanda. Karena harganya yang setinggi langit itu, tak sembarang orang mampu memiliki. Paling-paling hanya keluarga bangsawan atau mereka yang berkocek tebal. Saat pakansi atau liburan, mereka menggunakan untuk berkeliling kota. Karena itu pula, onthel mempunyai prestise tinggi, karena menjadi simbol stratifikasi sosial kelas elit.


Sepeda onthel mengacu pada sepeda desain Belanda yang bercirikan posisi duduk tegak dan memiliki reputasi yang sangat kuat dan berkualitas tinggi. Karakteristiknya adalah terdapat rumah rantai tertutup atau katengkas (pelafalan dari bahasa Belanda kettingkast) dengan gigi yang tidak bisa diubah dan biasanya terdapat dinamo di bagian roda depan untuk menyalakan lampu. Sepeda ini juga dilengkapi rem drum atau rem tromol untuk pengereman.


Berbagai macam merek sepeda onthel dari berbagai negara belahan Eropa beredar di pasar Indonesia. Pada segmen premium terdapat berbagai merek yang cukup bergengsi, misalnya merek Fongers, Gazelle dan Sunbeam. Kemudian pada segmen dibawahnya diisi oleh beberapa merek terkenal antara lain seperti Simplex, Burgers, Raleigh, Humber, Rudge, Batavus, dan Phillips.

Pada awal abad 20, onthel populer dengan sebutan kereta angin. Hanya orang papan atas saja yang bisa memiliki kereta angin. Betapa mewahnya onthel waktu itu. Sampai menjadi klangenan Sri Sultan Hamengku Buwana IX, penguasa Kasultanan Yogyakarta (Purwandi, 2004).


Berbagai Keunggulan


Dari sekian banyak jenis transportasi, onthel menawarkan berbagai keunggulan. Di antaranya tidak mengeluarkan polusi dan pencemaran lingkungan yang bisa mengganggu kesehatan masyarakat. Berapa pun jumlah onthel yang berada di jalan tidak akan mengotori udara. Sebagai sarana olahraga, onthel adalah perangkat yang mudah, murah, meriah, dan ramah. Kalau ada suku cadang yang rusak, untuk menggantinya pun tidak terlampau sulit dilakukan.


Sepeda onthel yang mampu menampakkan citra mudah, murah, meriah, dan ramah itu barangkali menjadikan bangsa-bangsa yang sudah maju tetap melestarikan eksistensi transportasi sepeda onthel. Di Eropa, Amerika, Korea, Cina, dan Jepang sudah menjadi kebiasaan rutin bahkan kebutuhan warganya untuk menggunakan sepeda onthel sebagai alat transportasi. Tak ada aura rendah diri terhadap sepeda onthel yang dimiliki.


Kita bisa memahami fenomena onthel di negara maju. Berhubung teknologi sudah berkembang pesat, maka perubahan desain dan mode tidak terlampau mengagetkan. Penemuan aneka ragam teknologi menjadi barang biasa. Tiada kemewahan dalam hal teknologi. Justru mereka pelan-pelan kembali ke alam. Semakin asli sifat alamiahnya, semakin tinggi gengsinya.


Beberapa tahun belakangan ini, pemerintah Indonesia semakin sering menggalakkan usaha untuk mengembalikan budaya bersepeda onthel di negeri ini. Berbagai cara dilakukan untuk menarik perhatian dan minat masyarakat untuk meninggalkan kendaraan bermotor pribadi mereka dan beralih ke sepeda onthel.


Alasannya bukan lain salah satunya adalah untuk mengurangi polusi udara yang semakin membahayakan, terutama di kota-kota besar. Selain itu, penggunaan onthel yang lebih marak diharapkan bisa meminimalkan kemacetan yang semakin lama semakin menjadi momok bagi banyak kota di Indonesia.


Pada saat pelonggaran PSBB mulai diberlakukan, semangat bersepeda onthel mulai marak kembali. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yang paling mendasar, pertama anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk bersepeda selama masa pandemi Covid-19 ini dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus melalui jaga jarak antar individu. Sepeda onthel dipilih sebagai sarana transportasi yang paling aman dibandingkan dengan kendaraan bermotor atau angkutan umum di wilayah perkotaan atau desa yang seringkali harus berdesak-desakan.


Kedua, luapan ekspresi dan hasrat masyarakat yang sudah merindukan suasana baru di luar rumah. Mereka sudah melewatkan berbulan-bulan untuk bekerja dan belajar dari rumah masing-masing dalam rangka menaati anjuran pemerintah.


Ketiga, kemunculan hobi baru masyarakat untuk bersepeda onthel sebagai sarana olahraga. Dengan berolahraga onthel secara rutin dan teratur akan menjaga stamina dan imunitas tubuh agar terhindar dari berbagai virus penyakit. Di samping itu hobi bersepeda onthel juga bisa sebagai sarana tamasya atau berwisata untuk refresing agar konten psikologis tetap terjaga secara seimbang. 


Berwisata sepeda onthel secara psikologis bisa menghasilkan ide-ide baru untuk membangun diri dan profesionalitas. Hal ini bisa berdampak pada kehidupan pribadi maupun kehidupan di dunia kerja.


Fenomena bersepeda onthel tersebut perlu segera direspon oleh pemerintah dengan menyediakan berbagai fasilitas seperti jalur khusus untuk bersepeda, ruang tunggu sepeda, tempat parkir, pusat penyewaan, ruang/bagasi khusus sepeda di transportasi umum serta fasilitas lainnya. Di samping itu diperlukan juga regulasi waktu-waktu khusus untuk bersepeda onthel, seperti hari Sabtu dan Minggu. Dengan demikian tiap hari jalan-jalan umum tidak dipadati oleh tumpah ruahnya sepeda onthel. Hal itu juga perlu dipertimbangan guna meminimalisir resiko kecelakaan lalu lintas.


Adapun kegiatan bersepeda onthel tersebut hendaknya jangan hanya sebatas euforia semata, namun perlu dipertahankan sebagai kegiatan yang bermanfaat sesuai dengan tujuan yang diharapkan.


Tak kalah pentingnya perlu adanya penyadaran seluruh masyarakat bahwa walaupun kegiatan bersepeda onthel tidak dilarang namun pada saat ini tetap perlu memerhatikan protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik, sosial, memakai masker, rajin mencuci tangan, dan sebagainya. Aktivitas bersepeda yang tidak memperhatikan protokol kesehatan dapat menjadi pemantik virus baru bagi masyarakat yang tidak kalah dasyatnya dengan Covid-19.


Untuk itu masyarakat pengguna sepeda onthel perlu memerhatikan berbagai rambu-rambu protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Dengan demikian kolaborasi paralel dapat terwujud antara pemerintah dengan masyarakat guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.


Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.

Guru Seni Budaya

SMK Wiyasa Magelang


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar