Buku Bacaan Wajib Guru

Dilihat 1050 kali
Buku dapat menjadi sumber informasi dan inspirasi yang tidak pernah kering bagi guru untuk selalu terus mengembangkan disiplin ilmunya.

Di era digitalisasi ini, literasi menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat dihindarkan. Berbagai aspek kehidupan, membutuhkan kecermatan untuk membaca serta memahami makna yang terkandung di dalamnya. Menjadi individu yang literat sangat dibutuhkan pada zaman ini.


Keengganan membaca membuat pendangkalan pikiran dalam komunitas. Di zaman digital ini, kecenderungan untuk tekun membaca ternyata lebih sulit dibandingkan dengan menonton tayangan visual. Gawai menjadi bahan yang paling mengasyikkan bagi peserta didik termasuk guru, ketimbang membaca buku yang membutuhkan kemampun berselancar dengan ranah imajinasinya. Apabila dibuat persentase, dari sekian banyak guru yang telah menonton film Sang Penari dari sumber Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, kemungkinan besar tidak lebih dari lima persen yang telah membaca novelnya.


Di era serba canggih ini, sudah jarang ditemui orang tekun membaca sampai tingkat kedalamannya. Mereka menganggap membaca adalah membuang waktu. Ada mesin pencari yang dapat dimanfaatkan. Sikap seperti itu kalau tidak segera diantisipasi, akan mereduksi makna membaca sebagai tindakan riil untuk mencerdaskan setiap individu. Terlebih untuk seorang guru, yang dalam pola pikir dan pola tindakannya selalu menjadi panutan.


Penulis pernah mendapatkan pangalaman yang tidak pernah terlupakan. Sebagai guru, penulis pernah memberikan tugas membaca dan meresensi novel Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar. Seharusnya, peserta didik membaca novel tersebut sampai tuntas kemudian membuat resensinya.


Dari hasil pengamatan koreksi, teryata mereka tidak membaca novel tersebut, namun hanya mencari secara instan dari internet. Mereka hanya asal ambil alias salin tempel dengan menjiplak karya orang lain. Maka tak mengherankan, tugas rerata hampir sama antara satu dengan lainnya.


Dengan mudah penulis dapat melacak tugas peserta didik tersebut tingkat plagiasinya tinggi. Kata kunci dari tugas tersebut mudah ditebak karena penulis sudah pernah membaca novel tersebut juga unggahan di internet. Konsekuensinya peserta didik tersebut, penulis mohon untuk mengulang tugas tersebut, sekaligus menunjukkan buku yang diresensi.


Wajib Membaca


Menyikapi hal tersebut, pada saat ini tidak hanya peserta didik yang diwajibkan membaca, namun guru juga perlu diwajibkan membaca, agar wawasan keilmuannya bisa terus berkembang. Terlebih lagi dalam IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka), banyak platform digital yang harus diakses sebagai media pembelajaran. Semua akses tidak mungkin dapat dikuasai apabila guru tidak membaca dan menganalisis isi bacaan tersebut dengan jeli.


Bukan rahasia umum dan harus diakui, bahwa Indonesia terutama para guru, minat bacanya masih tergolong rendah. Fakta tersebut selaras dengan fakta yang banyak ditemukan di lapangan, yaitu guru jarang membaca. Koran yang menjadi langganan sekolah masih sering dalam keadaan rapi. Malahan sering terjadi, sampai akhir jam mengajar, koran-koran tersebut tidak tersentuh sama sekali (Doni Koesoema & Evi Anggraeny, 2020).


Sekolah sudah sering memberi imbauan agar guru selalu melakukan pembiasaan membaca. Namun, hasilnya tidak seperti harapan dalam imbauan tersebut. Mereka mau datang ke perpustakaan untuk membaca dan menulis, kalau dituntut untuk membikin artikel atau penelitian tindakan kelas guna kenaikan jenjang pangkat mereka.


Pada prinsipnya, membaca adalah keinginan tulus dari dalam dirinya untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. Tentunya membaca merupakan proses yang tidak kunjung henti, sebagaimana menimba ilmu mulai dari matahari terbit di timur sampai tenggelam di ufuk barat. Membaca merupakan aktualitas diri, yang tidak bisa dilakukan secara instan.


Membuat Sistem


Untuk mendorong minat baca guru, sekolah perlu membuat sistem yang mendorong minat baca tersebut. Salah satunya adalah dengan cara membuat daftar buku bacaan wajib bagi guru dalam waktu tertentu, bisa satu semester atau satu tahun. Daftar buku bacaan wajib tersebut dapat terkait langsung dengan pembelajaran maupuan khusus tentang pendidikan karakter, yang dapat digunakan oleh guru maupun administrator sebagai sumber acuan dan referensi dalam pembelajaran.


Budaya membaca ini akan bertumbuh dengan baik dan kuat apabila ada dukungan moral dan material dari pengelola sekolah, misalnya sekolah memberikan pagu anggaran guru untuk membeli buku-buku acuan dan referensi yang akan memperkaya pengetahuan, pemahaman, serta pengertian guru tentang kinerja profesionalnya.


Tim yang dibentuk sekolah untuk menentukan daftar judul buku untuk dibaca guru hendaknya memang harus tim yang kapabel dan memiliki pengalaman luas, pemikiran terbuka, dan kritis terhadap berbagai macam buku bacaan yang tumbuh serta memiliki perhatian pada dunia pendidikan. Dengan demikian daftar buku wajib baca ini apabila dibuat sistem profesional memang tepat sasaran.


Selain memberikan anggaran untuk pembelian buku, sekolah perlu membuat pembiasaan untuk mendiskusikan satu buku setiap satu bulan atau dua minggu sekali dengan menunjuk para guru secara bergilir yang telah melaksanakan literasi bagi dirinya sendiri. Untuk itu, guru wajib menyampaikan resultansi bacaan dan kajiannya pada teman sejawat atau komunitas guru lain. Ekpetasinya guru dapat belajar satu sama lain yang dapat saling mengisi.


Untuk itu sekolah perlu memberi ruang bagi para guru untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan beberapa sekolah. Perlu ada semacam aktivitas terfokus dan terencana untuk membahas hasil-hasil diskusi kelompok secara lebih substansial dan inovatif, bukan  sekadar kegiatan rutin yang dipastikan sama tiap tahunnya.


Membuat daftar buku bacaan wajib dapat mendorong guru terlibat aktif dalam dinamika berbagi suka duka terkait dengan pengalamannya. Guru mesti menunjukkan rasa cintanya pada bangsa, negara, profesinya, serta menemani peserta didik dalam mengarungi samudera imajinasi nan luas. Bahan bacaan ini akan menjadi pengayaan materi bagi guru untuk saling berbagi dalam program penguatan literasi di sekolah, terutama dalam rangka mengembangkan kompetensi pedagogis dan pengetahuan guru.


Adapun yang perlu juga menjadi perhatian, top manajemen di sekolah atau petinggi sekolah perlu memberikan contoh konkret dalam program daftar buku wajib guru ini. Kepala sekolah tidak hanya mengimbau, namun memberikan pembiasaan nyata dengan memperkuat literasi, seperti membaca, meresensi buku yang dibaca, juga presentasi dari buku yang sudah dibaca di depan para guru di sekolahnya atau lintas sekolah. Dengan demikian, kepala sekalah dapat menjadi kaca benggala atau pemantik guru-guru lain untuk giat membaca dan mendiskusikan dari buku yang sudah dibaca.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar