Bangga Menjadi Guru

Dilihat 3049 kali
Kebanggaan menjadi guru merupakan modal dasar dalam menjalankan tugas profesinya

Dalam suatu acara reuni temu alumni, beberapa waktu lalu ada salah satu alumni ketika berbicara di depan forum untuk sharing perjalanan kariernya, tanpa ragu-ragu, lugas, dan lantang menyebutkan ia adalah seorang guru. Optimisme dari dinamika perjalanan hidupnya sebagai seorang guru termasuk perjuangannya mengajar peserta didik yang beragam dipaparkan dengan tulus, tanpa tendensi apapun.


Berani menyebut dirinya guru di depan publik yang beragam profesi, sungguh sangat mengharukan. Ada optimisme, idealisme, kegembiraan, juga kebanggaan menjadi guru. Apabila perasaan itu dialami oleh semua guru, mulai dari guru muda, guru senior maupun mahasiswa calon guru, betapa beruntungnya semua peserta didik yang dididik oleh sosok guru-guru yang gembira, bahagia, dan optimis dalam mentransfer semua kemampuan yang dimiliki.


Secara khusus sebagai pribadi tentunya para guru lebih terharu, ketika mendengar penuturan para mantan peserta didiknya yang menjadi guru karena terinspirasi oleh gurunya. Menjadi fakta yang tak terbantahkan, bagaimanapun guru adalah sosok iklan dan teladan yang mampu menggerakkan hati para peserta didiknya untuk memilih kebaikan (St. Kartono, 2011).


Penguasaan Kompetensi


Kebanggaan menjadi guru perlu diimplementasikan dalam tataran praksis baik pola pikir maupun pola tindakannya. Guru perlu juga menyadari bahwa sebagai sosok pendidik dan pengajar perlu membuka diri terhadap semua perubahan. Dengan membuka diri untuk terus berkembang, guru akan menjadi orang yang menguasai kompetensi dalam bidangnya.


Kompetensi dapat dimaknai sebagai gambaran yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan dalam proses pembelajaran. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2009 tentang Standar Nasional Pendidikan.


Pertama, kompetensi pedagogik. Dalam kompetisi ini dapat dimaknai kemampuan mengelola peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.


Kedua, kompetensi kepribadian. Kompetensi ini merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif, berakhlak mulia, berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik.


Ketiga, kompetensi sosial. Pada dasarnya kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik sesama guru, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.


Keempat, kompetensi profesional. Kompetensi ini merujuk pada kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus dikuasai guru mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi, serta penguasaan terhadap struktur maupun metode pengetahuan.


Selain kompetensi tersebut, kepercayaan diri juga sangat dibutuhkan oleh seorang guru. Apabila kepercayaan diri sudah dapat terbangun, biasanya antusiasme untuk senantiasa belajar dan mau berubah serta mencoba ide-ide baru semakin menguat.


Lebih jauh lagi, kalau ditarik suatu tautan benang merah, baik kompetensi maupun kepercayaan diri merupakan dua hal yang saling berkelindan. Dengan kepercayaan diri dalam menguasai kompetensi yang dimiliki akan mengubah pola pikir guru untuk keluar dari paradigma lama dan mencoba sesuatu yang baru.


Ujung Tombak


Tidak bisa dipungkiri guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang merupakan dasar kemajuan sebuah negara agar bisa bersaing dengan negara-negara lain yang ada di seluruh dunia. Dalam catatan sejarah, ketika negara Jepang dikalahkan oleh sekutu melalui bom atom yang dijatuhkan di kota Nagasaki dan Hiroshima, saat itu Jepang luluh lantah dan mengalami kehancuran yang maha dahsyat.


Setelah kejadian itu kaisar Jepang sangat sadar bahwa negaranya harus bangkit kembali untuk bisa sejajar dengan negara-negara lain, dan waktu itu pekerjaan pertama yang dilakukan oleh kaisar Jepang adalah bertanya berapa banyak guru yang tersisa. Kaisar Jepang sangat menyadari bahwa untuk membangkitkan kembali kejayaan negaranya adalah melalui pendidikan, karena pendidikan tidak akan berhasil tanpa adanya guru. Dalam waktu yang tidak begitu lama Jepang sudah bisa bangkit dari keterpurukan dan bisa mensejajarkan diri dengan negara lain, bahkan bisa melampauinya. Inilah bukti bahwa pendidikan yang diciptakan oleh guru sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan suatu bangsa.


Kesungguhan guru dalam menjalankan tugasnya merupakan modal utama dalam memajukan pendidikan, sebab peran guru di sekolah selama ini belum bisa tergantikan oleh yang lain bahkan oleh peralatan canggih sekalipun. Terutama peran guru dalam menanamkan nilai pendidikan karakter terhadap peserta didik untuk menjadikan pribadi utuh.


Selain itu keikhlasan guru dalam menjalankan profesinya merupakan sikap dan energi positif bagi kemajuan pendidikan. Tanpa keikhlasan dari seorang guru dalam menjalankan profesinya tidak akan menghasilkan output yang berkualitas dan sempurna sesuai dengan apa yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta memiliki ilmu pengetahuan yang bisa bersaing dengan negara-negara lainnya.


Rasanya masih relevan tema Hari Guru Nasional Bergerak Dengan Hati, Pulihkan Pendidikan pada tahun ini, agar semua guru dapat melakukan refleksi terkait dengan tugas dan tanggung jawab moralnya dalam menjalankan profesinya. Tentunya profesi tersebut dapat diimplementasikan bila diimbangi penguatan rasa bangga menjadi guru sebagai modal dasarnya.


Selamat Hari Guru Nasional Tahun 2021.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar