Gerabah Nglipoh, Punya Sejarah Lebih Tua Dari Candi Borobudur

Dilihat 3896 kali
Wisata edukasi pembuatan kerajinan gerabah dipandu penrajin warga Nglipoh

BERITAMAGELANG.ID - Seni membuat gerabah di Dusun Nglipoh/Banjaran 1 Desa Karanganyar Kabupaten Magelang Jawa Tengah masih terus dilestarikan.

“Sejak Candi Borobudur belum berdiri sudah ada Dusun Nglipoh, masyarakat sini dalam membuat gerabah sudah dilakukan. Pada zaman dulu para leluhur membuat peralatan dapur seperti piring, mangkok, gelas, kendi dan perabotan lainnya. Jadi sebelum Candi Borobudur ada, pembuat gerabah sudah ada," kata perajin gerabah warga Nglipoh, Supoyo.

Ditambahkannya, warga Nglipoh membuat atau membakar gerabah terlihat sama pada relief Candi Borobudur.

Pada 2004 telah dibuka sebagai wisata edukasi gerabah sampai sekarang. Selain wisatawan asing, pengunjung yang datang mencakup semua kalangan mulai dari anak-anak play group, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Bahkan ada yang dari instansi perusahaan dan kedinasan yang datang untuk berwisata dan menambah wawasan dalam membuat gerabah.

“Kami ajarkan langsung praktek dan rata-rata untuk pemula diajari membuat bentuk yang mudah dan sederhana seperti gelas, mangkok, vas bunga, tempat lilin dan cangkir. Baik itu dari anak kecil atau dewasa tapi kalau untuk pemula metode yang diajarkan sama, jadi yang dihasilkan hampir mirip," tuturnya.

Di Dusun Nglipoh terdapat kelompok perajin gerabah Bina Karya yang berkontribusi memberikan edukasi seni gerabah kepada pengunjung.

"Mereka membuat sendiri sambil kita pandu dan kita bakarkan, kalau minta dikirim akan kita kirimkan atau boleh langsung diambil dan dibawa pulang," jelas Ketua Kelompok Bina Karya tersebut.

Teknisnya, tanah dibuat seperti adonan dan mulai dibentuk menggunakan alat bantu putar, cetakan atau dipilin. Setelah itu dijemur 1 hari kemudian dibakar selama lebih kurang 12 jam jika menggunakan jerami atau kayu, sedangkan jika menggunakan gas sekitar 5 jam.

"Banyak hal yang dipelajari dalam membuat gerabah, tidak hanya sekedar tanah diambil dipuk-puk (dibentuk) itu tidak. Namun, masih banyak runtutan dari pengambilan sampai finishing itu banyak sekali macam pembelajarannya. Bahkan itu pun baru menggunakan satu macam tanah lokal, padahal masih ada cara sendiri dalam menggunakan jenis tanah yang berbeda. Teknik pewarnaan juga sudah ada ilmunya sendiri," terangnya.

Jenis tanah juga berpengaruh untuk membuat gerabah. Sebagian besar wilayah Nglipoh jenis tanahnya bisa dipakai untuk membuat gerabah.

“Tanah yang liat untuk dibuat lontongan atau bulatan tidak pecah itu yang bagus. Saat ini untuk daerah Nglipoh, kedalaman 1 meter ke bawah tanahnya bisa digunakan membuat gerabah," ujarnya.

Perajin gerabah mempunyai harapan dengan adanya edukasi gerabah, masyarakat masih mengenal kerajinan gerabah yang diturunkan oleh nenek moyang. Selain itu, tidak dipungkiri ketika kedatangan tamu, para perajin gerabah juga mendapat rezeki.

"Tidak bisa dipungkiri masyarakat Nglipoh sejak dulu hingga sekarang, diibaratkan hidupnya dengan tanah. Rezeki sedikit atau banyak itu kan relatif, tapi yang pasti kita bisa hidup bahagia dengan meneruskan warisan budaya orang tua zaman dulu. Khususnya bagi para generasi muda harus bisa meneruskan perjuangan kita," ujarnya.

Sisi lainnya, UNESCO sempat memberikan banyak berbagai support baik dari ilmu dan pengembangan alat. Hal itu dikarenakan, kerajian gerabah mempunyai nilai sejarah yang erat bahkan lebih tua dari Candi Borobudur. Pihak UNESCO mengimbau agar warisan ini dijaga kelestariannya.

Selain mempunyai nilai jejak sejarah, kerajinan gerabah juga mempunyai nilai edukasi dalam hal seni budaya yang harapannya bisa menjadi bagian dalam kurikulum sekolah.

"Saya pribadi atau masyarakat sebagai perajin gerabah itu menginginkan agar kerajinan gerabah bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah seperti ekstrakurikuler. Baik itu dari SD, SMP, SMA, atau untuk playgroup sekalipun kita siap memberikan ilmunya," harapnya.

Diharapkan para pelajar dan pemuda bisa tergugah untuk mempelajari, menggali dan mengangkat kembali ilmu yang sudah diwariskan oleh nenek moyang.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar