Dolar Tinggi Perajin Pahat Batu Merapi Ekspor Tak Merasakan Manis

Dilihat 2098 kali
Pahat batu Merapi di Desa Sedayu Kecamatan Muntil Kabupaten Mageang tetap eksis.

BERITAMAGELANG.ID - Sebelumnya di tahun 2015 para perajin pahat batu Gunung Merapi di Kabupaten Magelang harus berjuang menghadapi Era Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). mereka terbukti bisa bertahan meski tanpa kenaikan harga beli dari para Buyer luar negeri.

Kini para pemahat yang telah turun temurun itu seakan menghadapi momentum yang sama, yakni melemahnya niai tukar rupiah terhadap dolar yang mencapai Rp 14.000.

Aktivitas kerajinan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sentra pahat batu, Desa Sedayu, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, berjalan seperti biasa. pemesanan kerajinan batu seperti aneka aksesoris taman dan patung, dan lainnya masih cukup tinggi. Diantara hasil produksi manual itu ujar Joko Suroyo Ketua Paguyuban Perajin pahat batu setempat, sudah dipesan dari berbagai negara dan kota besar di Indonesia.

"Kerajinan yang digeluti warga Desa Sedayu ini tetap berjalan normal, tidak ada kenaikan harga beli untuk patung ekspor," tuturnya.

Kondisi itu bagi Joko dan perajin pahat batu merapi lain sudah tidak membuat kaget. Karena selama ini transaksi selalu menggunakan nilai rupiah. "Hasil patung dibeli oleh buyer dengan harga rupiah bukan harga dolar. Jadi kita tidak faham kalau dolar tinggi," jelas Joko Jumat (06/07).  

Meski tidak merasakan manisnya haraga dolar tinggi, bagi Joko hal itu tidak menjadi masalah. Bahkan para perajin pahat batu ditempatnya tetap optimis akan usahanya bisa eksis.

"Kerajinan ini (pahat batu) membutuhkan ketrampilan khusus, serta bahan baku khusus yakni batu dari material erupsi gunung merapi. Itu tidak bisa ditiru oleh wilayah atau negara lain," ungkapnya.

Permasalahan klasik bagi para perajin batu di wilayah Kabupaten Magelang adalah ketersediaan bahan baku batu merapi. Baik itu batu secara volume maupun ukuran tertentu. Batu yang semakin sulit didapat, menurut Joko karena memang tidak ada erupsi dan pengambilan yang terus menerus.

"Batu besar khususnya sulit didapat. Kalau pun ada harganya sangat tinggi sehingga kadang mengganggu produksi," terangnya.

Joko berharap ada bantuan dari Pemerintah berupa pelatihan manajemen disertai fasilitas dan tempat produksi berstandar layak usaha, sehingga para perajin pahat batu ini bisa lebih maju.








Editor Agus Munasir

0 Komentar

Tambahkan Komentar