70% dari 5.554 SMK Di Indonesia Sudah Menerapkan Kurikulum Merdeka

Dilihat 3709 kali
KERJA SAMA. Komitmen majukan Vokasi, enam industri serentak teken kerja sama dengan Kemendikbudristek.

BERITAMAGELANG.ID - Dirjen Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendibudristek), Wikan Sakarinto mengatakan, sebanyak 5.554 SMK di Indonesia atau sekitar 70 persen tahun ini sudah menerapkan Kurikulum Merdeka.

Adapun SMK yang berstatus Pusat Keunggulan (SMK PK) sudah menerapkan kurikulum tersebut sejak tahun 2021 lalu. Jumlahnya mencapai sekitar 901 SMK seluruh Indonesia.

Dibanding kurikulum lama yang dinilai kaku, untuk kurikulum baru mendorong peserta didik dapat belajar di sekolah dengan standar industri yang diharapkan. Dimana kurikulum baru di SMK ini telah disesuaikan dengan kebutuhan industri.

“Kurikulum menerapkan project base learning, dimana para siswa betul-betul menggarap proyek pesanan industri, sehingga tuntutan pun tinggi, harus sesuai dengan spek permintaan industri," ucap Wikan, saat ditemui usai Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dengan enam Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) di Hotel Puri Asri Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (20/5/2022).

Dalam penerapan kurikulum ini, siswa akan merasakan langsung tekanan dari konsumen baik dari kualitas, kuantitas, maupun ketepatan waktu. "Bahkan, bisa jadi, siswa akan menghadapi komplain, ditolak konsumen, dan persoalan-persoalan yang kerap dihadapi di dunia industri. Sehingga tantangan yang dihadapi siswa sama persis saat siswa nanti lulus dan bekerja disuatu industri, atau bahkan mendirikan industri sendiri dengan berwirausaha," jelas Wikan.

Kurikulum Merdeka mewajibkan siswa untuk menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau magang selama enam bulan. Adapun dalam penerapan kurikulum lama, magang siswa hanya berkisar 2-3 bulan saja.

"Siswa belajar tiga hal, yakni kualitas sesuai pasar, ketepatan waktu, dan cost efesiensi, dan ini sudah dipraktikan. Misalnya, SMK di Madiun, mengerjakan pesanan PT INKA sebanyak 440 kursi eksekutif. SMK menjadi lengan produksi perusahaan-perusahaan besar," terang Wikan.

Wikan menuturkan, kurikulum SMK yang lama terlalu kaku dan mengunci, terlalu banyak materi yang kognitif sehingga fokus pada hard skill. Sedangkan Kurikulum Merdeka lebih fokus pada soft skill, karakter dan attitude. Sedangkan Kurikulum Merdeka lebih fleksibel, adaptif, dan lincah untuk mengkuti tantangan masing-masing daerah.

"Setiap daerah punya tantangan berbeda, dengan kebutuhan industri yang berbeda pula, misalnya di kota ini kerja sama dengan industri animasi, di kota lain dengan software house dan sebagainya," ungkap Wikan.

Menghadapi tantangan tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi, Kemendibudristek berkomitmen terus meningkatkan pendidikan vokasi di Tanah Air. Diantaranya menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Kemitraan direalisasikan dalam bentuk penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 6 dunia industri dan 1 asosiasi.

Antara lain Childfund International, PT Komatsu Indonesia, PT Pegadaian, PT Tira Austenite, PT Educa Sisfomedia Indonesia (Gamelab), Oracle Academy dan PT Commeasure Solutions Indonesia (Reddoorz).

Setelah penandatanganan PKS ini, dilanjutkan dengan kegiatan rencana kerja yang telah disusun antara Ditjen Pendidikan Vokasi dengan beberapa industri sebagai tindak lanjut penandatanganan PKS sebelumnya.

Adapun pihak yang menandatangani rencana kerja di antaranya Ditjen Ketenagalistrikan  Kementerian ESDM, PT Kawan Lama Sejahtera, PT Tera Data Indonusa (Axioo), PT LX International, PT Cipta Karsa Adikarya, Yayasan Plan International Indonesia dan Asosiasi Game Indonesia.

Kerjasama tersebut diharapkan ke depannya dapat memberikan perspektif tentang kontribusi vokasi yang dapat dikolaborasikan pada industri pengguna. Dimana penandatanganan kerja sama ini sebagai langkah awal penguatan soft skills, hard skills dan pengenalan karakter budaya kerja bagi peserta didik vokasi.

Diwawancarai terpisah Waka Humas, SMKN 1 Windusari Drs Suwadi, menuturkan sekolahnya sudah melakukan kerjasama dengan industri dalam penyaluran tenaga kerja lulusan SMK.

"Sekolah kami baru akan menerapkan Kurikulum Merdeka pada ajaran baru Juli mendatang. Sekolah harus bisa membentuk siswa sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja siap pakai, dimana sekolah kami juga aktif bekerjasama dengan industri, yang mana sebagian besar siswa kami terserap di industri dalam dan luar Pulau Jawa," ungkap Suwadi.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar